Pranata Sosial Dakwah

BAB I PENDAHULUAN Pranata sosial pada dasarnya adalah sistem norma yang mengatur segala tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan pokoknya dalam hidup bermasyarakat. Pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakukan dalam hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi komplek-komplek kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan dakwah artinya mengajak, menyeru, mendorong manusia ke jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah swt. Jadi pranata dalam ajaran islam atau pranata sosial dakwah adalah nilai-nilai yang mengatur kehidupan sosial masyarakat muslim berdasarkan syari’at Islam. Agar supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat dapat terlaksana seperti apa yang diharapkan maka dirumuskanlah norma-norma di dalam masyarakat yang bersangkutan. Norma-norma di masyarakat mempunyai kekuatan mengikat berbeda-beda. Ada norma-norma yang lemah, norma-norma yang sedang dan norma-norma yang kuat. Norma-norma yang kuat daya pengikatnya anggota-anggota masyarakat pada umumnya tidak berani melanggarnya BAB II PEMBAHASAN A. Pranata Sosial Dakwah a. Pengertian Pranata Sosial Pranata sosial merupakan terjemahan dari istilah asing social institutions, Walaupun social institution, ada yang menterjemahkan dengan istilah lembaga kemasyarakatan. Pranata adalah sistem pola sosial yang tersusun rapi dan permanen serta mengandung perilaku-perilaku tertentu yang bersifat kokoh dan terpadu demi pemuasan dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat. Dipergunakan istilah pranata sosial karena social institution menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku para anggota masyarakat. Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya berjudul Pengantar Antropologi mengatakan bahwa pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks kebutuhan khusus dalam kebutuhan masyarakat. Agar supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat dapat terlaksana seperti apa yang diharapkan maka dirumuskanlah norma-norma di dalam masyarakat yang bersangkutan. Mula-mula norma tersebut secara tidak sengaja namun lama-lama dibuat secara sadar. Misalnya dahulu di dalam sewa menyewa seorang perantara tidak harus diberi bagian dari keuntungan, tetapi lama kelamaan terjadi kebiasaan seorang perantara harus mendapatkan bagiannya. .Sedangkan menurut Cohen (1983) Pranata sosial adalah sistem pola-pola sosial yang tersusun rapi dan relatif bersifat permanen serta mengandung perilaku-perilaku tertentu yang kokoh dan terpadu demi pemuasan dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat. b. Pengertian Dakwah Dakwah berasala dari bahasa Arab yaitu da’a, yad’u, da’watan yang artinya mengajak, menyeru, memanggil. Dakwah adalah mengajak dengan cara bijaksanan kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. c. Pranata Sosial dakwah Jadi pranata sosial dakwah adalah tata nilai-nilai yang mengatur kehidupan sosial Masyarakat berdasarkan Syari'at Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah SAW untuk terapkan pada masa sekarang Pranata sosial dakwah juga dapat diartikan sebagai norma-norma atau nilai nilai yang berisi tentang ajakan kepada perbuatan yang baik sesuai dengan perintah Allah Swt. B. Macam-macam dan Penggolongan Pranata Sosial 1. Berdasarkan perkembangannya, pranata sosial dapat dibedakan menjadi • Crescive institutions adalah pranata sosial yang secara tidak sengaja tumbuh dari kebiasaan masyarakat. Misalnya: tata cara perkawinan, norma-norma, dan berbagai upacara adat. • Enacted institutions adalah pranata sosial yang sengaja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Misalnya: lembaga pendidikan, lembaga keuangan, lembaga kesehatan, dan lain-lain. 2. Berdasarkan sistem nilai/kepentingan yang diterima masyarakat, pranata sosial dapat dibedakan menjadi  Basic institutions adalah pranata sosial yang dianggap penting dalam upaya pengawasan terhadap tata tertib di masyarakat. Misalnya keluarga, sekolah, dan negara.  Subsidiary institutions adalah pranata yang dianggap kurang penting. Misalnya tempat-tempat hiburan atau rekreasi. Dalam kehidupan masyarakat ada banyak pranata. Diantaranya ialah :  Pranata Keluarga Pranata keluarga adalah bagian dari pranata sosial yang meliputi lingkungan keluarga dan kerabat. Pembentukan watak dan perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh pranata keluarga yang dialami dan diterapkannya sejak kecil. Bagi masyarakat, pranata keluarga berfungsi untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat. Keluarga dianggap sebagai satuan sosial mendasar yang akan membentuk arah pergaulan bagi masyarakat luas. Artinya, keluarga yang serasi dan harmonis akan membentuk lingkungan masyarakat yang harmonis pula, demikian juga sebaliknya. Peran atau Fungsi Pranata Keluarga : a. Fungsi reproduksi; keluarga merupakan sarana untuk memperoleh keturunan secara sehat, terencana, terhormat, sesuai dengan ajaran agama, dan sah di mata hukum. b. Fungsi keagamaan; pada umumnya suatu keluarga penganut agama tertentu akan menurunkan agama atau kepercayaannya kepada anak-anaknya. . c. Fungsi afeksi; Fungsi afeksi berisi norma atau ketentuan tak tertulis mengenai bagaimana seseorang harus bersikap atau berperilaku di dalam keluarga dan masyarakat. d. Fungsi sosialisasi; memberikan pemahaman tentang bagaimana seorang anggota keluarga bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain dalam keluarga. e. Fungsi penentuan status; melalui keluarga seorang anak memperoleh statusnya dalam masyarakat, seperti nama, jenis kelamin, hak waris, tempat dan tanggal lahir, dan sebagainya. f. Fungsi pendidikan; di keluargalah anak memperoleh pendidikan pertamanya dari orang tua atau kerabat lainnya. g. Fungsi perlindungan; keluarga merupakan tempat berlindung lahir batin bagi anak khususnya dan bagi seluruh anggota keluarga pada umumnya.  Pranata Agama Agama adalah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta mencakup pula tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antarmanusia dan antara manusia dengan lingkungannya. pranata Agama memiliki beberapa fungsi berikut ini. 1. Fungsi ajaran atau aturan; memberi tujuan atau orientasi sehingga timbul rasa saling hormat antarsesama manusia.. Tiap-tiap ajaran agama pada dasarnya mengarah ke satu tujuan, yaitu kebaikan. 2. Fungsi hukum; memberikan aturan yang jelas terhadap tingkah laku manusia akan hal-hal yang dianggap benar dan hal-hal yang dianggap salah. 3. Fungsi ritual; ajaran agama memiliki cara-cara ibadah khusus yang tentu saja berbeda dengan agama lainnya. 4. Fungsi transformatif; agama dapat mendorong manusia untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.  Pranata Ekonomi Ekonomi diartikan sebagai tata tindakan dalam memanfaatkan uang, tenaga, waktu, atau barang-barang berharga lainnya. Peran atau Fungsi Pranata Ekonomi Pranata ekonomi merupakan bagian dari pranata sosial yang mengatur kegiatan ekonomi, seperti produksi, distribusi, dan Konsumsi barang/jasa yang dibutuhkan manusia. Pranata ekonomi ada dan diadakan oleh masyarakat dalam rangka mengatur dan membatasi perilaku ekonomi masyarakat agar dapat tercapai keteraturan dan keadilan dalam perekonomian masyarakat  Pranata Pendidikan Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran atau pelatihan. Di Indonesia, pendidikan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pendidikan sekolah (pendidikan formal) dan pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal). Pada perkembangannya, ada beberapa ahli sosiologi yang menambahkan satu golongan pendidikan lagi, yaitu pendidikan yang diperoleh melalui pengalaman atau kehidupan sehari-hari (pendidikan informal). Peran atau Fungsi Pranata Pendidikan : a) meningkatkan potensi, kreativitas, dan kemampuan diri b) membentuk kepribadian dan pola pikir yang logis dan sistematis. c) mengembangkan sikap cinta tanah air C. Norma-norma Sosial dalam masyarakat serta contoh pemberdayaan Masyarakat Norma-norma di masyarakat mempunyai kekuatan mengikat berbeda-beda. Ada norma-norma yang lemah, norma-norma yang sedang dan norma-norma yang kuat. Norma-norma yang kuat daya pengikatnya anggota-anggota masyarakat pada umumnya tidak berani melanggarnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat daripada norma-norma tersebut, dikenal adanya empat pengertian, yaitu: 1) Cara (usage) Cara (usage) mempunyai kekuatan mengikat yang lebih lemah dibandingkan dengan kebiasaan (folkways), sedangkan kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih lemah dibandingkan dengan tata kelakuan (mores) dan seterusnya. Cara (usage) lebih menonjol di dalam hubungan antar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi sekedar celaan atau teguran dari individu yang dihubunginya. 2) Kebiasaan (folkways) Ini diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama. Hal ini merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan itu. Sebagai contoh orang-orang mempunyai kebiasaan untuk memberi hormat kepada orang tua, apabila perbuatan ini tidak dilakukan, maka hal ini dianggap sebagai perbuatan yang menyimpang terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Menurut Mac Iver dan Page, kebiasaan merupakan perikelakuan yang diterima dan diakui masyarakat. 3) Tata Kelakuan (mores) Adalah kebiasaan yang diterima sebagai norma-norma pengatur. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar atau tidak sadar oleh masyarakat terhadap anggotanya. Tata kelakuan tersebut di satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak melarangnya, sehingga secara langsung merupakan suatu alat agar anggota-anggota masyarakat menyesuaikan tingkah lakunya dengan tata kelakuan tersebut. Misal masyarakat Batak melarang nikah sesama anggota keluarga tetapi dalam masyarakat lain tidak melarang tindakan tersebut. Suatu masyarakat mempunyai aturan-aturan yang melarang tindakan tersebut. Suatu masyarakat mempunyai aturan-aturan yang dengan tegas melarang pergaulan bebas antara pemuda-pemudi, sebaliknya pada masyarakat lain aturan itu tidak tegas. 4) Adat Istiadat (Custom) Custom atau adat istiadat adalah norma yang sangat kuat daya pengikatnya, sehingga anggota-anggota masyarakat yang melarangnya akan menerima sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlakukannya. Misalnya adat istiadat yang melarang terjadinya perceraian antara suami istri di daerah Lampung. Kalau sampai terjadi perceraian tidak hanya yang bersangkutanlah yang tercemar tetapi keluarganya bahkan seluruh sukunya. Untuk menghilangkan kecemaran tersebut, maka diperlukan suatu upacara adat khusus dengan biaya yang sangat besar. Biasanya orang yang melakukan pelanggaran tersebut dan hukumannya dikeluarkan dari masyarakatnya sampai dia dapat mengembalikan keadaan semula. Norma-norma di atas, setelah mengalami suatu proses akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari social institution. Proses tersebut disebut institusionalisasi. Jadi proses institusionalisasi ialah suatu proses yang dilewati suatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan sehingga norma tersebut dikenal, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat yang bersangkutan. Proses tersebut dapat berlangsung lebih lanjut, sehingga tidak hanya menjadi institusionalisasi tetapi akan menjadi internalisasi yaitu bila sudah mencapai taraf perkembangan di mana para anggota masyarakat dengan secara sadar ingin berkelakuan sejalan dengan perikelakuan yang memang sebenarnya memenuhi kebutuhan masyarakat, karena norma itu telah dianggap sebagai bagian dalam dirinya sendiri. Pranata merupakan seperangkat aturan yang berkisar sekitar kegiatan atau kebutuhan sosial tertentu. Karena ada berbagai kegiatan atau kebutuhan sosial, maka ada berbagai pranata pada bermacam-macam bidang kehidupan. Wujud konkret dari pranata adalah asosiasi. Contoh: Kegiatan dan Kebutuhan Pranata Asosiasi Makan, pakaian dan tempat tinggal Produksi, perdagangan, pemasaran, hak politik Keluarga A Pendidikan dasar Ujian Panitia Ujian Peran serta politik Pemilihan umum Komisi Pemilihan Umum Melanjutkan keturunan Perkawinan KUA/Catatan Sipil   Pemberdayaan Masyarakat Melalui Rereongan Sarupi di Propinsi Jawa Barat Di Propinsi Jawa Barat, sudah sejak lama dikenal nilai-nilai budaya (khususnya sunda) yang berlaku dalam tata kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai itu dapat difungsikan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan permasalahan sosial lainnya. Perilaku prososial yang telah lama dikenal diwujudkan dalam falsafah silih asih, silih asuh, dan silih asah. Secara harfiah, arti falsafah hidup yang sangat tinggi adalah saling mengasihi, saling mengasuh, dan saing memberikan pengetahuan di antara warga masyarakat, baik dalam kehidupan keluarga, tetangga, kelompok, maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, kendatipun situasi kemiskinan menimpa sebagian penduduk pedesaan yang pekerjaan utamanya ada di sektor pertanian, namun mereka masih tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya meskipun dalam kondisi kurang memadai. Nilai-nilai budaya tersebut tercermin jelas dalam berbagai adat atau kebiasaan masyarakat, pergaulan sehari-hari, dan berbentuk peribahasa atau babasan, seperti a) Sabilulungan dasar gotong royong, b) Sareundeuk saigel sabobot sapihanean, c) Nulung kanu butuh, nalang kanu susah d) Silih asih, silih asuh, silih asah, dan e) Gemah ripah repeh rapih. Berdasarkan babasan tersebut, beberapa perilaku sosial yang khas berlaku di masyarakat Jawa Barat, antara lain, sebagai berikut. 1. Kerjasama yang harmonis dalam mengerjakan kegiatan pembangunan sosial dan gotong royong dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal dengan prinsip sabilulungan dasar gotong royong. Prinsip ini terlihat jelas dalam kegiatan kerja bakti untuk membangun sarana prasarana sosial (misalnya pembangunan masjid, jembatan, MCK, dan perbaikan saluran air) yang dibutuhkan masyarakat. Juga, berbagai kegiatan bersama lainnya seperti dalam menghadapi perayaan hari kemerdekaan atau hari-hari besar lainnya. 2. Musyawarah dalam memecahkan masalah kemasyarakatan semisal rapat-rapat atau pengajian (sering disebut minggonan) antarwarga, antartokoh agama, tokoh masyarakat, dan aparat desa atau kelurahan. Media rapat difungsikan untuk mendiskusikan kegiatan keagamaan dan menyelesaikan berbagai masalah kemasyarakatan dengan prinsip silih asih, silih asuh, dan silih asah. Biasanya, pada akhir pertemuan selalu dirumuskan hasil musyawarah atas dasar sumbangan pemikiran dari warga masyarakat yang hadir. 3. Saling menolong antartetangga (kesetiakawanan sosial) yang terlihat jelas dari spontanitas masyarakat dalam menolong anggota masyarakat lainnya yang terkena musibah (misalnya: sakit, meninggal, kecelakaan, kendaraan mogok) atau dalam membantu perayaan khitanan, perkawinan, membangun rumah. Adanya lumbung desa, arisan keluarga, jimpitan, dana kematian/kesehatan, dana modal bergulir, dan kegiatan sosial lainnya merupakan perwujudan bersama dalam nulung ka nu butuh, nalang ka nu susah. 4. Saling mengingatkan jika tetangga melakukan kegiatan yang merugikan masyarakat dan adanya kerukunan antartetangga (sareundeuk saigel sabobot sapihanean). Perilaku-perilaku sosial tersebut merupakan ciri khas masyarakat Jawa Barat yakni untuk mewujudkan masyarakat yang gemah ripah repeh rapih. Kendatipun demikian, falsafah nilai budaya pada hakikatnya berlaku universal bagi masyarakat di propinsi lain di Indonesia. Berdasarkan adat istiadat yang ada di masyarakat, ada satu kegiatan masyarakat yang dikenal sejak 1940-an yang merupakan wujud nyata dari kepedulian masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Kegiatan masyarakat tersebut dikenal dengan istilah beas perelek (mengumpulkan beras sekitar satu sendok atau canting) setiap bulan yang dikumpulkan di lumbung desa. Hasil pengumpulan beras tersebut digunakan untuk menghadapi musim paceklik, menolong anggota masyarakat yang termasuk fakir miskin, mengatasi kelaparan dan permasalahan sosial lainnya yang membutuhkan dana dan sarana yang siap pakai. Pemerintah Propinsi Jawa Barat sangat menyadari bahwa di Jawa Barat masih cukup banyak masalah pembangunan kesejahteraan sosial berikut segala implikasinya. Atas dasar itu, lahirlah Instruksi Gubernur Jawa Barat No. 2/1995 tentang Peningkatan Kepedulian dan Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Instruksi gubernur ini dimaksudkan untuk mengambil langkah-langkah konkret ke arah pelestarian sikap hidup yang berazaskan kebersamaan dan gotong royong, sekaligus meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat dalam pembangunan. Perwujudan sikap hidup masyarakat tersebut dimanifestasikan melalui gerakan yang disebut Gerakan Rereongan Sarupi (seratus rupiah untuk setiap kepala keluarga atau umpi). Dana yang diperoleh dialokasikan untuk bersama-sama pemerintah melaksanakan pembangunan di bidang usaha-usaha kesejahteraan sosial dalam rangka percepatan pemerataan pembangunan. Gerakan Rereongan Sarupi bertujuan memupuk dan melestarikan sikap hidup masyarakat Jawa Barat yang berazaskan kebersamaan, solidaritas, dan gotong royong. Juga, dalam rangka menggerakkan potensi dominan tersebut dalam bentuk nyata, yaitu membantu pemerintah di bidang pembangunan, khususnya dalam usaha-usaha menciptakan kesejahteraan sosial yang prioritasnya ditentukan oleh Bupati/Walikota atas usul masyarakat yang dikoordinasikan oleh LKMD (sekarang BPD) dan Camat di wilayahnya masing-masing. Pada hakikatnya, Gerakan Rereongan Sarupi merupakan wujud keikhlasan masyarakat dalam upaya berperan serta menangani masalah-masalah kesejahteraan sosial. Bahkan, sebagian besar masyarakat berprinsip bahwa apa yang dilakukannya adalah terkandung makna ibadah atau shadaqah jariah. Namun demikian, dalam pelaksanaannya kadangkala ada unsur-unsur terkait yang “terlampau bersemangat” untuk menyukseskan Gerakan Rereongan Sarupi sehingga memberi kesan bahwa dana yang dikumpulkan merupakan instruksi atasan kepada masyarakat. Dalam hal ini, beberapa kabupaten/kota yang melihat kecenderungan tersebut telah berupaya mengkampanyekan kembali makna filosofis yang terkandung dalam Gerakan Rereongan Sarupi, antara lain dengan melibatkan secara aktif ulama atau tokoh agama dalam memberikan penyuluhan tentang makna Gerakan Rereongan Sarupi ditinjau dari pandangan agama. Tentu saja , cara ini merupakan langkah strategis dalam memberdayakan masyarakat agar berlangsung secara terus menerus dan menuju ke arah kemapanan dan kemandirian. Akhirnya tiga unsur penting yang ada di masyarakat, yaitu (1) tokoh masyarakat, (2) tokoh agama, dan (3) pimpinan pemerintahan harus bahu membahu menggalakkan dan menyukseskan gerakan Rereongan Sarupi. Jika keadaan demikian tercipta secara kondusif akan memengaruhi keberhasilan Gerakan Rereongan Sarupi di seluruh Jawa Barat BAB III PENUTUP Kesimpulan Pranata adalah sistem pola sosial yang tersusun rapi dan permanen serta mengandung perilaku-perilaku tertentu yang bersifat kokoh dan terpadu demi pemuasan dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat. Sedangkan dakwah adalah mengajak manusia kepada kebaikan sesuai perintah Tuhan. Jadi pranata sosial dakwah adalah tata nilai-nilai yang mengatur kehidupan sosial Masyarakat berdasarkan Syari'at Islam. DAFTAR PUSTAKA¬  Ms,Wahyu. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Usaha Nasional.1986.  Munir Amin, Samsul. Ilmu dakwah. Jakarta: Amzah. 2013  http://cahayapertama1.blogspot.co.id/  http://sosiologismancis.blogspot.co.id/p/pranata-sosial-1.html  Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Humaniora Utama Press, 2013)  Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011)

Comments