BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mempelajari sejarah dakwah pada dasarnya adalah mempelajari sunatullah yang terjadi pada dakwah pada rentang waktu yang pajang. Banyak orang mengatakan bahwa sejarah mengulang dirinya. Sebenarnya bukan sejarah yang mengulang dirinya, tetapi Allah lah yang memutar kembali pada saat orang-orang pada zaman tertentu melakukan perbuatan yang sama atau mendekati perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tersebut dalam sejarah.
Dalam perkembangan dunia ini, kita tidak bisa menutup mata untuk mempelajari sejarah, karena dengan adanya sejarah kita dapat belajar dari kejadian yang telah dilakukan oleh pendahulu kita. Begitu pula untuk mengembangkan ilmu dakwah yang pada masa sekarang ini sangat dibutuhkan eksistensinya, untuk tetap mensyiarkan agama Islam.
Sesuai dengan firman Allah SWT. dan sunnah-sunah Nabi saw. yang banyak berkaitan dengan perintah untuk berdakwah, pada pembahasan kali ini kita akan mempelajari dakwah pada masa Dinasti Abbasiyyah sebagai acuan kita dalam mengembangkan ilmu dakwah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Keadaan pada Pemerintahan Dinasti Abbasiyyah?
2. Bagaimana Kehidupan Dakwah di Masa Daulah Abbasiyyah?
C. TUJUAN PENULISAN
Dengan ditulisnya makalah ini selain sebagai sarana belajar menulis karya ilmiah, juga diharapkan mahasiswa dapat mendalami tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang dikaji.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PEMERINTAHAN DINASTI ABBASIYYAH
Dinasti Abbasiyyah didirikan oleh Abdullah as Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdillah bin Abbas. Dinamakan khalifah Abbasiyyah karena pendiri dan penguasa negeri ini adalah keturunan al Abbas paman Nabi SAW.. Dalam kekuasaan dinastinya, pusat pemerintahan dipindah ke Kuffah dan Akhirnya ke Baghdad sampai runtuhnya daulah Abbasiyyah. Baghdad dijuluki sebagai “Madinah as Salam”.
Dinasti Abbasiyyah memerintah lebih dari lima abad, yaitu dari tahun 132 H-656 H. Pakar sejarah berpendapat bahwa periode awal merupakan periode keemasan dalam ilmu, sastra, pemerintahan dan politik. Periode ini dikenal dengan istilah khalifah Abbasiyyah yang Agung. Sedangkan periode kedua merupakan periode kemunduran. Periode ini ditandai dengan melemahnya pimpinan, hilangnya wibawa khalifah, terpecahnya negeri-negeri, dan berkuasanya hawa nafsu.
Ada juga yang membagi menjadi tiga periode yaitu, masa Abbasiyyah pertama (132-232 H) merupakan masa renaisans ilmiah. Dalam masa ini terjadi penyusunan dan penulisan kitab-kitab, pengaturan ilmu-ilmu Islam yang disebut juga Al-Ulumil Naqliyah, dan penerjemahan dari bahasa asing.
Tahap terendah dalam dalam menyusun dan menulis kitab ialah mencatat pemikiran atau hadits dan sebagainya pada lembaran kertas yang tersendiri. Tahap pertengahan adalah membukukan pemikiran-pemikiran yang sama, atau hadits Rasul SAW. dalam satu buku. Maka terkumpulah hukum-hukum fiqih dalam satu buku, atau sekumpulan hadits, atau berita-berita sejarah, dan sebagainya.
Tahap tertinggi lebih teliti lagi dalam membukukannya, penyusunan lebih teratur, berdasarkan bab dan pasal-pasal tertentu. Diantaranya Al-Muwaththa’ Imam Malik yang merupakan kitab hadits tertua yang dibukukan pada masa itu, tepatnya pada masa Khalifah Al-Mansur.
Dalam hal pengaturan ilmu-ilmu Islam, lahir tafsir al-Quran, yang dipisahkan dari hadits. Pada masa ini, para imam fiqih pendiri mazhab menyusun kitabnya. Mereka Abu Hanifah, Malik, Al-Syafi’I, dan Ahmad ibnu Hambal. Pada saat itu pula lahir Ilmu Nahwu dan Ilmu Tarikh. Sedangkan hadits menjadi “ibu” bagi Ilmu Tafsir dan Ilmu Sirah (Tarikh Rasul SAW).
Untuk penerjemahan dari bahasa asing pada masa itu dibangun Baitul Hikmah bagi para ahli pengetahuan, yang berkumpul guna melakukan penerjemahan tersebut. Selain yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, para Khalifah pada masa itu pun mempunyai hubungan diplomatik dengan raja-raja Eropa. Di antaranya Al-Mansur dengan raja Tepin, Al-Mahdi dengan Charles Martel, dan Harun Al-Rasyid dengan Charlemagne.
Masa Abbasiyyah kedua (232-590 H) dan ketiga (590-656 H) merupakan masa-masanya berkuasa Turki (Al-Mamalik), Banu Buwaih, dan Saljuk. Pada masa ini tercatat usaha raja Saljuk yang membuka jaringan perguruan di seluruh kota di wilayah Irak dan Khurasan. Perguruan dimaksud diberi nama Al-Nidhamiyah. Jaringan perguruan tersebut kemudian meluas ke kota-kota Baghdad, Balakh, Naisapur, Harah, Ishfaham, Basrah, Moro, Amal, dan kota Mosol. Nama perguruan itu diambil dari nama rajapendirinya, seperti Nidham’l Muluk. Raja ini member perhatian yang sangat besar terhadap tokoh-tokoh unggulan pada masanya seperti Al-Ghazalibyang terkenal sebagai “lautan ilmu-ilmu Islam, Tasawuf, dan Filsafat”. Kitab-kitabnya banyak dibaca di dunia Barat oleh kaum orientalis. Karya besar Al Ghazali adalah Ihya Ulumud Din, yang bermakna menghidupkan ilmu-ilmu agama.
Al Ghazali adalah seorang guru yang sangat cemerlang pada perguruan Al-Nidhamiyah. Pada masa itu pula hidupnya Umar Al Khayyam yang termashur dibidang studi alamiah serta ilmu eksata, bahkan dia sangat dikenal di Eropa.
Adapun pembagian yang pertama ditekankan adalah pada masa kemajuan dan kemunduran dengan tidak menonjolkan dari kelompok mana yang berkuasa pada dinasti ini. Sedangkan pembagian kedua berdasarkan kelompok mana yang lebih dominan menguasai dinasti ini.
Dalam pembahasan kali ini, secara singkat akan dibahas perjalanan dinasti Abbasiyyah menurut pembagian yang pertama, yaitu masa keemasan dan masa kemunduran, selanjutnya akan berbicara tentang gerakan dakwah.
1. Masa Keemasan
Dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyyah diletakkan oleh Abu Abbas dan Ja’far al Mansur. Setelah sendi-sendi Negara kuat, munculah masa keemasan pada tujuh khalifah berikutnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775-786 M), Harun Ar-Rasyid (786-809 M), al-Makmun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).
Pada masa al-Mahdi, perekonomian mulai meningkat dengan meningkatnya pendapatan dari sector pertanian dan pertambangan. Puncak popularitas daulah Abbasiyyah terjadi pada masa khalifah Harun ar-Rasyid dan putranya al-Makmun. Harun ar-Rasyid memanfaatkan kekayaan Negara untuk keperluan social, rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi. Pada masa pemerintahannya sudah terdapat 800 dokter. Negara Islam di masa Harun menjadi negara super power yang tiada tandingannya. Pengganti Harun ar-Rasyid adalah al-Makmun. Pada masanya Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan pengetahuan.
2. Masa Kemunduran
Masa kemunduran dimulai sejak Abbasiyyah dipimpin oleh khalifah Abu Ja’far Muhammad al-Muntashir (247-248 H/861-862 M) sampai jatuhnya Baghdad saat khalifah Abu Ahmad Abdullah al-Musta’shim (640-656 H/1242-1258 M).
Beberapa factor yang menyebabkan daulah Abbasiyyah mengalami kemunduran, diantaranya:
a. Adanya friksi dalam tubuh daulah Abbasiyyah. Friksi ini membuat daulat hanya sibuk mempertahankan wilayah yang sudah ada dan mengamankan perbatasan wilayah. Upaya untuk mempertahankan wilayah yang sudah ada pun tidak sepenuhnya berhasil, karena ada beberapa wilayah yang berhasil melepaskan diri dari pemerintahan pusat.
b. Gaya hidup mewah dan foya-foya pada lingkunyan pejabat dan keluarganya. Kehidupan mewah cenderung menjadikan orang cinta dunia dan lupa untuk mempersiapkan bekal akhirat.
c. Khalifah yang berkuasa bukan merupakan sosok yang kuat, sehingga mereka mudah mempengaruhi para pegawainya.
d. Banyaknya serangan-serangan yang dilakukan kaum salibis ke Palestina.
e. Serangan Mongol kejantung kota Baghdad mengakhiri daulah Abbasiyyah.
B. KEHIDUPAN DAKWAH DI MASA DAULAH ABBASIYYAH
Daulah Abbasiyyah adalah daulah yang berdiri tegas di atas panji-panji Islam. Selma lima abad perjalanannya, daulah ini menjadi sarana dakwah dan pendukung dakwah Islam. Dengan semangat dakwah yang tinggi, daulah ini menjadi kerajaan Islam yang telah dapat mengubah dunia dari gelap menjadi terang.
Dakwah pada masa ini dapat dibagi menjadi dalam dua level, yaitu: level Negara dan penguasa; dan level masyarakat.
1. Level Negara dan Penguasa
a. Para khalifah Abbasiyyah masa keemasan adalah juga seorang ulama yang cinta ilmu. Mereka memuliakan ulama dan pujangga, serta membuka pintu istana selebar-lebarnya untuk mereka. Putra-putra khalifah juga mendapatkan pendidikan khusus tentang agama dan kesusastraan, agar mereka menjadi ulama dan pujangga.
b. Mendorong dan memfasilitasi upaya penerjemahan berbagai ilmu dari berbagai bahasa ke bahasa Arab, seperti filsafat, ilmu kedokteran, ilmu bintang, ilmu pasti, ilmu fisika, ilmu musik, dan lain lain.
c. Melakukan perluasan dan pembinaan wilayah dakwah. Dakwah perluasan wilayah pada masa ini hamper dibilang tidak ada, yang ada hanyalah pembinaan wilayah-wilayah yang sudah berada dipangkuan Islam sejak zaman Umayyah. Ada upaya untuk menundukkan Konstatinopel, tetapi belum berhasil.
d. Mendorong dan memfasilitasi pembaruan dalam system pendidikan dengan munculnya Madrasah Nidzamul Muluk dan madrasah Nidzamiyyah di Baghdad. Dari madrasah-madrasah inilah lahir ulama-ulama besar.
e. Setelah daulah Abbasiyyah milai redup secara politis, peran dakwahnya pun menjadi tidak kuat.
2. Level Masyarakat
Meskipun Islam pada level Negara menunjukkan kelesuan, tetapi dengan rahmat Allah, pada level masyarakat aktivitas keislaman tidak pernah tidur, dan terlalu terpengaruh oleh kelemahan dan kerusakan yang terjadi di level Negara. Barangsiapa menelusuri kitab-kitab thabaqat dan tarajim (kitab yang berisi biografi para ulama) akan menemukan bagaiman aktivitas ilmiah dan dakwah menjamur di Baghdad ketika itu. Masjid-masjid dan sekolah-sekolah penuh dengan kajian ilmiah. Materinya sangat bervariasi, diantaranya kajian kitab, membaca al-Quran, meriwayatkan hadits, mendengatkan ceramah agama, dan lain lain. Para ulama pada masa ini memiliki peran dan pengaruh yang sangat besar, bahkan kadang-kadang mengalahkan pengaruh khalifah. Ketika Harun ar-Rasyid tiba disebuah tempat, dia melihat orang-orang sedang bergegas menemui Ibnu al-Mubarak. Melihat pemandangan seperti itu, istri Harun ar-Rasyid berkata: “ada apa ini?” rombongan menjawab: “ada seorang ulama dari Khurasan tiba di sini”. Istri Harun ar-Rasyid berkata: “Demi Allah ! inilah raja yang sebenarnya, karena ketika Harun ingin mengumpulkan masyarakat, ia harus menggunakan para pembantunya untuk mengumumkan acara tersebut”.
Jika ada salah seorang kkhalifah meninggal, tidak banyak orang yang mengantarkannya ke kuburan, tetapi apabila ulama meninggal, masyarakat berbondong-bondong mengucapkan belasungkawa dan mengantarnya ke kuburan. Pada saat Imam Ahamad meninggal dunia, jenazah beliau diantar oleh jamaah yang tak terhitung jumlahnya. Inilah perbedaan antara orang yang menguasai hati dan yang menguasai dunia.
Masjid-masjid di Baghdad, Bashah, Kufah dan lainnya dipenuhi oleh para ulama, penceramah, ahli hadits, dan lainnya. Mereka memiliki pengaruh besar dalam pencerahan iman masyarakat. Materi yang menonjol saat itu adalah tazkiyatun nufus (pembersihan hati), peringatan tentang negeri akhirat, serta seruan agar tidak terperdaya oleh kehidupan dunia. Tampaknya, materi-materi seperti ini mencuat ke permukaan sebagai reaksi dari aksi kemewahan dan kemaksiatan yang terjadi di level penguasa.
Meskipun ada kelemahan yang nyata di level penguasa dan banyaknya penyimpangan agama, namun atas rahmat Allah, gerakan dakwah berjalan terus, baik yang dilakukan pribadi-pribadi maupun yang dilakukan oleh kelompok.
Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan juga tidak mengalami hambatan dan bahkan merambah berbagai bidang ilmu pengetahuan. Pada abad ke-2 dan ke-3, gerakan menulis ilmu-ilmu agama dan bahasa cukup bergairah. Diantara ilmu yang dikembangkan adalah hadits, fiqih, tafsir, tarikh, dan sirah.
Diantara kebanggaan periode ini adalah munculnya imam-imam madzhab yang empat, Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad.
Selain ulama tersebut diatas, jhga terdapat ulama besar yang lahir antara lain:
- Zakaria al-Rozi atau yang lebih dikenal dengan Razhes (bahasa latin), beliau adalah ahli kedokteran klinis. Dan penerus ibn hayyam dalam pengembangan ilmu kimia. Ia melakukan penelitian empiris dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih disbanding dengan kegiatan ilmiah sebelumnyadan mencatat setiap perlakuan kimiawi yang dikenankannya terhadap bahan-bahan yang di telitinya serta hasilnya. Bukunya merupakan buku manual laboratium kimia yang pertama.
- Al-faraby yang di kenal di dunia barat dengan nama Alpharasius, seorang filosof yang juga ahli dalam fisika, ia menulis kitab al-musiqa dan masih banyak karya tulis yang lainnya.
- Abu Rahan Muhammad al-Biruni yang diberi gelar oleh Akbar S. Akhmad dengan gelar ahli Antropologi pertama (bapak Antropologi). Argumentasinya adalah karena al-Biruni seorang observer partisipan yang luas tentang masyarakat “asing” dan berupaya mempelajari naskah primer dan pembahasannya beliau juga ahli matematika, astronomi, dan sejarah. Al-Baruni menulis buku kitab al-Hind atau tahqiq ma al-hind, kitab al-saidina yang berisi sejumlah informasi mengenai pengobatan pada waktu itu.
- Ibnu Sina yang dengan nama latinnya Avicema, beliau adalah ahli dalam bidang kedoktoran filsafat. Karya besarnya dalam bidang kedoktoran adalah al-Danun fi al-Thib. Buku ini selama lima abad menjadi buku pegangan di Universitas-universitas Eropa.
- Umar Khayyam adalah ahli astrinomi, pedoktrinan, fisika dan sebagaian besar karyanya dalam bidang matematika, akan tetapi, beliau lebih dukenal sebagai penyair dan sufi. Beliau adalah penemju koeefesien-koefesien binominal dan memecahkan permasalahan- permasalahan kubus.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemerintah dinasti Abbasiyah kali pertama dipimpin oleh Abu Abbas al-Safah. Yang mana bani Abbas ini berlangsung selama kurang lebih lima abad. Dalam suatu pemerintahan adakalanya mencapai masa pendirian, masa kemajuan dan masa kemunduran, begitu halnya dengan pemerintahan bani Abbas sendiri, yang mana pendiri dinasti bani Abbas yaitu Abu Abbas al-Salaf dan Abu Ja’far al-Mansur. Kemudian masa kemajuan atau keemasan terjadi pada fase kedelapan kholifah berikutnya yaitu Al-Mahdi, Harun ar-Rosyid, dan sampai pada al-mutawakkil. Masa kemunduran juga manimpa dinasti Abbas sendiri.
Kemajuan yang dicapai bani Abbasiah pun beragam, terlebih dalam urusan Ilmu pengetahuan, ilmu Agama pun ikut berkembang pesat. Munculnya para ulama besar dalam berbagai ilmu pengetahuan, seperti halnya Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafi’i mereka adalah ahli dalam bidang hadits dan fiqih, karya tulis mereka pun banyak dipelajari oleh para pelajar, seperti Al-Mutawattho’ karya tulis Imam MAlik, juga karya tulis yang di hasilkan oleh Imam Syafi’I, yaitu kitab Al-Umm dalam bidang fiqh.
Selain ulama’ besar di atas juga terdapat para ulama yang lain seperti Zakaruyah al-Rozi seorang ahli kedokteran klinis dan penerus Ibn Hayyan dalam pengembangan ilmi kimia. Al-Farabi atau yang lebih dikenal dengan Alpharabius seorang filosof dalam ilmu logika, matematika dan pengobatan. Dan juga Ibnu Sina atau Aucenna yang ahli dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat.
Oleh karena itu, kejayaan Islam pada masa Bani Abbasiah bisa dijadikan potret masa depan Islam di masa mendatang. Dan untuk mencapai dan memiliki kejayaan dan kemajuan islam kembali.
B. KRITIK DAN SARAN
Ungkapan terimakasih kepada pembaca makalah ini, dan partisipasi dari kalian sangat pemakalah harapkan, Karena makalah ini masih jauh dari yang namanya sempurna. Dan terutama untuk pengampu mata kuliyah sejarah dakwah beribu terimakasih dan maaf. Karena apa jadinya kami kalau tanpa bimbingannya, dan untuk kesabarannya dalam mendidik kami.
DAFTAR PSTAKA
Baiguni, Ahmad. 1994. Kemampuan Umat Islam Dalam Sains Dan Teknologi. Jakarta.
Hamka. 1985. Sejarah Umat Islam. Jakarta. Bulan Bintang.
Ilaihi, Wahyu. Polah, Harjani Hefni. 2007. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta. Kencana.
Suhandang, Kustadi. 2013. Ilmu Dakwah. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Comments
Post a Comment