Membangun Kepercayaan Diri dalam Public Speaking

Membangun Kepercayaan Diri dengan Public Speaking Oleh Ade Asep Syarifuddin (General Manager Harian Radar Pekalongan) PADA suatu hari, ada seorang remaja kampung kelas 1 SMA berangkat sekolah pagi-pagi sekali. Penampilannya sederhana, bersih, sopan dan penuh semangat. Sepintas sikap remaja tersebut tidak ada perbedaan dengan remaja-remaja lainnya. Namun tatkala berkumpul dengan teman-temannya baru terlihat bahwa remaja tersebut memiliki kelainan. Dia terlihat sangat pendiam, hanya mendengarkan teman-temannya cas cis cus dan nyaris tidak pernah memberikan komentar. Ketika naik angkutan umum, duduklah di sebelahnya remaja dari SMA yang berbeda, ada keinginan untuk menyapa orang yang duduk di sampingnya. Dia tarik nafas dalam-dalam, dia atur kata-kata apa saja yang akan ditanyakan dan dia mengatur kemungkinan-kemungkinan jawaban apa yang bakal muncul dan apa persiapan pertanyaan balik yang akan dilontarkan. Sampai selang waktu 5 menit belum juga keluar pertanyaan dari mulut remaja tersebut. Dan yang paling fatal, sampai orang yang duduk di sampingnya mengatakan stop kepada sopir dan turun dari angkutan, dia hanya bisa melihat remaja yang di sampingnya keluar tanpa sepatah kata pun. Waktu SD remaja tersebut sempat melarang teman-temannya untuk bermain ke rumahnya. Ada protes dan ketidaksetujuan, mengapa tidak boleh main. Padahal hamper semua temannya pernah saling mengunjungi. Sementara si anak ini sering mengunjungi temannya, tapi sama sekali tidak mau dikunjungi. Belakangan ketika lulus SD diketahui mengapa dia tidak mau dikunjungi teman-temannya karena dia tidak memiliki toilet dan kamar mandi di rumahnya. Dia mandi di kali, buang air besar di kali, mencuci di kali, sementara kalau buang air kecil cukup jongkok saja di belakang rumah. Dia khawatir ketika teman-temannya main ke rumah dan ada yang ingin buang hajat harus menuju ke sungai dulu yang araknya sekitar 15 menit dari rumahnya. Hal tersebut terus menerus berlangsung tanpa ada harapan kapan kondisi tersebut bisa berubah. Rasa rendah diri, atau minder, menilai dirinya lebih rendah dari orang lain dan orang lain lebih baik dari dirinya, persepsi itu yang selalu muncul di otaknya. Prestasi remaja tersebut tidak jelek-jelek amat bahkan dibilang lumayan pintar walaupun tidak jenius. Di kelas sering mendapatkan nilai bagus, rangkingnya tidak lebih dari 5 besar, bahkan waktu kelas 1 SD sempat mendapatkan rangking 1 dan mendapatkan hadiah kenaikan kelas. Sampai pada suatu ketika terjadilah momentum yang bisa mengubah sikap remaja tersebut. Di kelas 2 SMA dia terpilih menjadi ketua OSIS, entah apa pertimbangannya, dia diminta sambutan di podium. Dengan kalimat terbata-bata, grogi, nervous, keringatan dan kaki gemeteran dia terus melanjutkan kalimat demi kalimat. Tiba di rumah dia mengevaluasi diri mengapa sampai terpilih menjadi ketua OSIS dan mengapa harus pidato di depan teman-temannya. Tapi entah energi apa yang akhirnya memutuskan remaja tersebut untuk berlatih lebih baik lagi. Dia mulai berlatih untuk berbicara mengenai apa saja, dia sering pidato di depan cermin berulang-ulang bahkan dalam jangka waktu yang cukup lama. Semakin sering berbicara di depan umum mulailah terlihat rasa percaya diri remaja tersebut. Ayah remaja tersebut yang seorang ustadz kampung yang memiliki jadwal ceramah mingguan di majelis taklim yang dihadiri oleh ibu-ibu, ketika melihat anaknya sering terlihat berpidato di depan cermin, ayahnya meminta anaknya untuk latihan ceramah mingguan di depan ibu-ibu tersebut. Awalnya ada penolakan dari tawaran tersebut tapi karena ada keinginan untuk berlatih berbicara di depan umum agar semakin lancar, diterimalah tawaran tadi. Waktu demi waktu dilalui, kemampuan pidato remaja tersebut terus diasah, dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Kini remaja minder tersebut sudah berubah total, dulu seorang pemalu ketika berbicara di depan forum, sekarang gatal kalau tidak bicara di depan umum. Dulu malu untuk bertanya duluan, sekarang semua orang yang dia temui di sapa duluan. Bahkan dia sudah berbicara di depan banyak orang untuk menginspirasi dan berbagi tentang berbagai persoalan hidup untuk terutama mengubah kondisi dari rasa minder menjadi percaya diri baik dengan public speaking atau dengan cara-cara lainnya. Dan yang lebih takjub lagi, orang dalam cerita tersebut adalah ……... PENYEBAB NERVOUS DAN RENDAH DIRI Apa sebenarnya yang menjadikan kita nervous dan rendah diri ketika bertemu dengan orang lain? Penyebabnya adalah persepsi diri yang negatif. Ketika kita memiliki persepsi diri yang negatif maka sampai kapan pun kita akan menilai orang lain lebih baik dan kita jelek. Penyebabnya macam-macam, tapi paling umum adalah memiliki persitiwa masa lalu yang sangat memalukan. Contoh sederhana, ada seorang remaja yang paling benci ketika disuruh melukis. Ternyata ketika kecil memiliki pengalaman buruk dengan melukis. Sewaktu dia kelas 1 SD di kelasnya ada pelajaran melukis. Gurunya disuruh untuk melukis gajah. Setelah selesai dengan bangganya anak tersebut berkata kepada temannya, “Lukisan gajahku bagus kan?” Apa yang jawaban dari temannya, “Wah lukisanmu jelek, itu bukan gajah tapi huruf O.” Teman-temannya mengejak dia. Tidak berhenti sampai di situ, anak tersebut beranjak menuju gurunya dan berkata. “Bu guru, lukisan gajahku bagus kan?” Gurunya yang tidak dibekali dengan ilmu psikologi menjawab dengan entang. “Lukisanmu masih jelek nak, itu bukan gajah, tapi angka nol yang dicoret-coret.” Masih penasaran dengan hasil lukisannya, sesampainya di rumah dia juga meminta pendapat kepada kakak-kakaknya dan orang tuanya. Celakanya, keduanya memberikan penilaian yang sama, ‘lukisan anak itu jelek’ Kalau sebuah meja berdiri ditopang oleh empat kaki, maka meja kepercayaan diri juga ditopang oleh empat kaki. Kaki-kaki itu adalah kaki persepsi orang lain terhadap dirinya. Pendapat temannya ibarat kaki kepercayaan yang pertama, ketika mengatakan jelek maka patahlah kaki kepercaayaan tersebut, pendapat gurunya adalah kaki kepercayaan yang kedua, ketika gurunya juga mengatakan jelek, maka patahlah kaki kepercayaan yang kedua. Dan pendapat kakak dan orang tuanya adalah kaki kepercayaan yang ketiga dan keempat. Ketika kedua terakhir mengatakan hal yang sama, maka ambruklah meja kepercayaan anak tersebut. Hal tersebut berlaku tidak hanya pada pelajaran melukis, juga pada kasus-kasus yang lainnya. Dan fatalnya, apa yang kita dengar sejak kecil pendapat orang lain kepada kita, itulah yang menjadi kepercayaan dan keyakinan kita di masa-masa mendatang. Apakah keyakinan yang tidak memberdayakan tersebut bisa diubah? Sangat bisa, walaupun perlu kekuatan ekstra, kemauan yang kuat dan semangat yang tinggi untuk “mengalahkan” diri kita sendiri. Public Speaking adalah salah satu metoda yang paling cepat untuk membuang rasa malu menjadi percaya diri. 10 TIPS PUBLIC SPEAKING Secara sederhana public speaking adalah menyampaikan gagasan, ide di depan umum. Orang kebanyakan biasa mengistilah berpidato. Ada dua kemampuan yang harus kita kuasai ketika melakukan public speaking. Pertama kemampuan untuk berkomunikasi secara baik dan yang kedua kemampuan menguasai persoalan yang disampaikan. Keduanya harus dilatih secara bersamaan. Ketika Anda mendengar seorang penyiar radio yang memiliki kemampuan komunikasi bagus dan menguasai persoalan secara baik, yang mendengarkan akan bertambah ilmu pengetahuannya dan merasa nyaman dengan ocehannya. Sementara kalau si penyiar tersebut hanya berani ngomong tanpa konten yang baik, maka kita hanya akan mendengar penyiar tersebut sangat heboh ngomongnya, tapi isinya adalah titip-titip salam kepada penggemarnya. Apa saja tips Public Speaking agar bisa berhasil? Berikut 10 tips yang bisa menjadi bahan acuan untuk latihan. 1. TERSENYUM Ya… betul setelah kita mengucapkan salam di podium tersenyumlah kepada audiens. Tersenyumlah secara tulus dalam jangka waktu yang agak lama. Bahkan tersenyum ini bisa dimulai ketika Anda berjalan menuju podium. Semua orang bisa tersenyum, tapi tidak semua orang bisa tersenyum di forum. Walaupun demikian, mulailah belajar tersenyum ketika di podium apapun hasilnya. Saya sarankan sebelum tersenyum di podium, berlatihlah tersenyum di depan cermin, apakah senyum kita sudah terlihat tulus, alamiah atau masih tersenyum secara terpaksa. Apa bedanya tersenyum yang tulus dan tersenyum yang terpaksa. Tersenyum yang tulus bisa dilakukan dalam hitungan waktu lebih dari 30 detik. Kalau kita mengembangkan senyuman lebih dari 30 detik maka orang yang melihat kita tersenyum akan menangkap sinyal ketulusan. Sementara tersenyum yang dipaksakan adalah senyum hanya dalam waktu tidak lebih dari 3 detik. Anda bisa mulai untuk berlatih. 2. TATAP MATA AUDIENS Tidak semua orang berani menatap mata audiens ketika berpidato. Ada yang menatap lantai, ada yang menatap langit-langit, ada yang menatap tembok, bahkan ada yang menatap dirinya sendiri. Mulailah menatap mata audiens satu per satu, bagilah padangan dari bagian kiri, bagian tengah dan bagian kanan audiens. Pembagian pandangan dan menatap mata audiens satu per satu tersebut akan menambah respek audiens karena merasa dilibatkan dalam isi pembicaraan. Kalau audiens tidak diberikan perhatian, jangan salahkan kalau mereka sibuk sendiri dengan smartphone nya karena mereka sibuk ber BBM ria dengan teman-temannya. 3. UBAHLAH SELF TALK DALAM DIRI ANDA Pernahkah kita mendengarkan suara dalam diri kita ketika pidato, “Wah… nervous nih… nervous nih.” Atau, “Kayanya audiens lebih jago pidato dari saya.” Bisa jadi Anda mendengar suara “Nampaknya audiens tidak mendengarkan saya berbicara.” Dan yang lebih fatal lagi, “Ah… sepertinya podium ini sangat menyiksa, lebih baik saya lari saja dari podium ini.” Suara-suara tersebut selalu menemani kita kapan pun dan di mana pun. Baik ketika kita sendiri maupun ketika bersama-sama dengan orang lain bahkan ketika kita berbicara di forum. Dalam istilah psikologi itu adalah self talk. Kita melakukan Self talk itu ribuan kali setiap hari. Namun kabar kurang baiknya adalah, 70% self talk kita adalah negatif terutama kepada diri kita sendiri. Apakah self talk itu bisa diubah? Bisa saja selagi kita mau. Caranya, kalau kita memiliki self talk negative harus langsung didelete dan diganti dengan self talk positif. Kalau kita mengatakan “Saya nervous” harus langsung diiringi dengan kalimat “Saya percaya diri”. Demikian berlaku pada kalimat-kalimat negatif lainnya. 4. LUPAKAN PENILAIAN NEGATIF ORANG Anda pernah dinilai negatif oleh orang lain? Apakah dibilang gemuk, kurus, sok tahu, dll? Biasanya orang yang menilai kita jelek, orang tersebut tidak lebih baik dari kita. Dengan kata lain, tidak usah peduli pada pendapat orang lain yang menilai kita tidak baik tanpa dasar dan tanpa alasan. Kalau kita berpendapat bahwa kita sudah memiliki standar-standar etika dan norma tertentu yang bisa dipertanggungjawabkan secara moral, etika dan hukum, maka sebaiknya kita lebih mempercayai diri kita sendiri ketimbang pendapat orang lain. Berbeda dengan seseorang yang berniat untuk memberikan masukan untuk kebaikan kita, terimalah dengan tulus karena itu untuk memperbaiki diri. 5. TAMPILLAH SERAPI MUNGKIN Pakaian untuk berbicara di depan forum berbeda dengan busana pergi ke pasar. Pakailah pakaian yang rapi walaupun tidak mesti baru, jangan terlalu mencolok, cukup dua warna maksimal 3 warna. Kemudian bagi pria yang berambut panjang sisirlah secara rapi, kenakan baju pendek atau baju panjang, celana kain. Penampilan fisik memang bukan segalanya, tapi dari fisik orang akan muncul kesan pertama. Jadi, janganlah membuat kesan pertama yang negatif. Walaupun Anda memiliki otak yang brilliant, kalau waktunya presentasi di depan forum kalau hanya mengenakan kaos oblong, sudah tentu audiens tidak akan respek pada kita. 6. BERDOALAH SEBELUM KE PODIUM Pernahkah detak jantung Anda berdenyut semakin kencang ketika tiba giliran maju ke depan. Dan semakin dekat waktunya, semakin kencang denyutnya? Kalau terjadi hal itu, tenangkan diri sebentar dengan menarik nafas dalam-dalam beberapa kali. Berdoalah kepada Allah Swt agar diberikan ketenangan dan kemudahan ketika maju di depan dan yakinlah bahwa semuanya akan berjalan baik-baik saja. Kesalahan banyak orang adalah, ketika kondisi psikologis merasa tertekan, detak jantung semakin kencang, mereka langsung maju ke depan. Hasilnya bisa ditebak, akan terjadi demam panggung, keringat mengalir deras, suara tidak keluar, kaki gemeteran. 7. BUKALAH PEMBICARAAN DENGAN HUMOR Siapa yang tidak suka humor? Semua orang suka. Paling tidak humor ini adalah cara untuk mengakrabkan diri dengan memecah kebekuan. Kalau bisa humor ini diletakkan di depan pembicaraan atau ketika suasana di tengah-tengah pidato sudah terasa jenuh dan membosankan. Yang perlu diperhatikan hindari humor yang mengandung SARA, mengejek dan mengolok-olok orang lain. Yang sering muncul adalah, ketika kita sudah berusaha keras untuk humor, namun audiens tidak memberikan respons. Dengan kata lain, kita berharap audiens bisa tertawa atau minimal tersenyum, tapi humor yang kita lontarkan sama sekali tidak lucu. Tidak apa-apa, walaupun memang kita harus mengetes terlebih dahulu efektifitas humor itu di tempat yang berbeda. 8. BERBICARALAH DENGAN INTONASI PERLAHAN Publik Speaking adalah ilmu komunikasi. Tujuan komunikasi adalah yang diajak bicara mengerti apa yang kita bicarakan. Dengan kata lain, pesan yang kita sampaikan bisa diterima audiens. Gaya bicara setiap orang memang bermacam-macam, ada yang cepat dan ada juga yang lambat. Sebenarnya masih bisa ditoleransi bagi seseorang yang memiliki speed bicara yang lebih cepat, dengan catatan audiens bisa mengikuti dan mengerti apa yang dibicarakan. Percuma saja kita cepat selesai berbicara, namun audiens tidak mengerti apa inti pembicaraan tersebut. Struktur kalimat yang utama dan penjelas menjadi penting. Berikan penekanan mana yang pesan utama dan mana yang penjelas. Jangan sampai tertukar. 9. TETAP TENANG KETIKA SALAH Apakah pernah mendengar seseorang pidato menyapa audiens kemudian salah menyebut nama? Atau salah menyebut jabatan? Atau kesalahan-kesalahan ucapan yang lainnya? Siapapun pernah melakukan itu. Ketika hal tersebut terjadi pada diri Anda, tidak semestinya muncul perasaan bersalah. Tetap tenang, meminta maaf dan mengulangi kembali kalimat yang benar. Oleh karenanya, untuk menyebut nama dan jabatan secara benar, tidak ada salahnya kalau membawa catatan kecil ke depan. Jangan takut dibilang tidak hafal kalau kenyataannya memang tidak hafal. 10. LIBATKAN AUDIENS SECARA AKTIF Walaupun kita yang berpidato di depan, nampaknya tidak elok kalau dari awal sampai akhir kita nyerocos sendiri tanpa memberikan kesempatan untuk berinteraksi secara aktif dengan audiens. Sapalah mereka, berikan pertanyaan, berikan kesempatan untuk mengutakan pendapatnya sehingga forum menjadi jauh lebih hidup dan interaktif. Selamat mencoba. *) Tulisan ini disampaikan dalam Training Public Speaking dengan mahasiswa STAIN Pekalongan Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Minggu 8 Maret 2015.

Comments