PENGANTAR
Dalam Sosiologi, masyarakat yang merupakan kajian utama dalam disiplin
ilmunya, maka kehidupan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari adanya unsur -unsur
didalamnya yang menyebabkan terjadinya suatu interaksi sosial. Struktur sosial dalam
masyarakat mengacu pada pola interaksi yang terdiri dari jaringan relasi sosial atau
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya suatu proses sosial. Faktor penyebab
terjadinya proses sosial inilah yang disebut sebagai unsur-unsur struktural.
Proses sosial yang terjadi dalam masyarakat tentunya tidak selalu berjalan
dengan tertib dan lancar, karena masyarakat pendukungnya memiliki berbagai macam
karakteristik. Demikian pula halnya dengan interaksi sosial atau hubungan sosial yang
merupakan wujud dari proses-proses sosial yang ada. Keragaman hubungan sosial itu
tampak nyata dalam struktur sosial masyarakat yang majemuk, contohnya seperti
Indonesia.
Keragaman hubungan sosial dalam suatu masyarakat bisa terjadi karena
masing-masing suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, bahkan dalam
satu suku bangsa pun memiliki perbedaan. Namun, perbedaan-perbedaan yang ada itu
adalah suatu gejala sosial yang wajar dalam kehidupan sosial. Berdasarkan hal itulah
maka didapatkan suatu pengertian tentang keragaman hubungan sosial, yang
merupakan suatu pergaulan hidup manusia dari berbagai tipe kelompok yang terbentuk
melalui interaksi sosial yang berbeda dalam kehidupan masyarakat.
Keragaman hubungan sosial dapat menimbulkan ketidakharmonisan,
pertentangan, pertikaian antarsuku bangsa maupun intern suku bangsa. Jika
keselarasan tidak ditanamkan sejak dini, terutama dalam masyarakat majemuk seperti
Indonesia yang memiliki keragaman hubungan sosial, maka dampak negatif tersebut
akan menjadi kenyataan. Sebaliknya jika keselarasan dipupuk terutama dalam
masyarakat majemuk, maka dampak negatif tersebut tidak akan terjadi, bahkan
keragaman kebudayaan dalam masyarakat majemuk akan menjadi suatu aset budaya
yang tak ternilai harganya.
Sebagai seorang individu yang hidup dalam bangsa yang terdiri dari beragam
suku bangsa dan memiliki keaneragaman budaya, pasti akan mengalami keragaman
hubungan sosial. Dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keragaman hubungan
sosial tersebut, ada beberapa hal yang perlu kita sikapi dan terapkan agar keselarasan
dalam keragaman hubungan sosial dapat terwujud, antara lain:
1. Mematuhi sistem nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dimana kita
hidup
3
2. Beradaptasi (menyesuaikan diri) dalam perkataan dan tindakan kita dengan nilai
dan norma yang berlaku
3. Mengikuti aturan yang berlaku agar terjadi keselarasan sosial di dalam keluarga,
masyarakat, bangsa, dan megara
4. Saling menghargai antara sesama teman merupakan tindakan yang dapat
mencegah kita dari pertentangan, terutama di tengah keragaman hubungan sosial
dalam masyarakat kita yang majemuk
5. Berusaha untuk mengerti dan memahami perbedaan-perbedaan yang ada dalam
masyarakat untuk menghindari terjadinya pertentangan yang tidak mendatangkan
manfaat apapun juga
Dalam praktek kehidupan sehari-hari, masih banyak sikap-sikap lain yang dapat
kita kembangkan dalam menghadapi keragaman hubungan sosial itu. Agar bisa
menjadi seseorang yang bisa menghargai perbedaan, maka mulailah belajar dari
sekarang untuk menerapkan sikap-sikap tersebut.
4
BAB I
STRUKTUR SOSIAL DALAM MASYARAKAT
Secara umum istilah struktur dipahami sebagai “susunan”. Dalam Kamus Besar
Indonesia, struktur berarti susunan, atau “cara sesuatu disusun atau dibangun”.
Sedangkan struktur sosial diartikan sebagai “konsep perumusan asas-asas hubungan
antar individu dalam kehidupan masyarakat yang merupakan pedoman bagi tingkah
laku individu”. Dalam Sosiologi, struktur sosial diartikan sebagai “pola yang mapan dari
organisasi internal setiap kelompok sosial”. Dalam rumusan ini telah tercakup
pengertian mengenai karakter atau pola dari semua hubungan yang ada antara
anggota dalam suatu kelompok maupun antar kelompok.
Konsep struktur sosial yang menggambarkan “pola hubungan antar individu
dalam kelompok atau antar kelompok ini” untuk menjelaskannya sering dikaitkan
dengan konsep-konsep norma, status, peran, dan lembaga (tercakup pula: asosiasi
dan organisasi). Dalam setiap lembaga, setiap anggota pasti memiliki status tertentu.
Status ini dilekati oleh nilai tertentu yang bersumber pada nilai kebudayaan. Dan setiap
status memiliki peran (role). Hubungan atau interaksi antara anggota berdasarkan
status dan peran yang dimilikinya itu telah ditentukan dan diatur oleh kompleks norma
atau peraturan yang ada.
Struktur sosial sangat erat kaitannya dengan kebudayaan. Eratnya dua
fenomena ini digambarkan oleh J.B.A.F. Mayor Polak lewat pendapat bahwa antara
kebudayaan dan struktur terdapat korelasi fungsional. Artinya, antara kebudayaan dan
struktur dalam suatu masyarakat terjadi keadaan saling mendukung dan
membenarkan. Ini berarti bahwa apabila terjadi perubahan dalam kebudayaan juga
diikuti oleh perubahan dalam struktur. Demikian pula sebaliknya. Sedangkan Jon M.
Shepard menggambarkan eratnya dua fenomena tersebut dalam bagan berikut:
Culture → via roles → attached to → guides → through → which may be → which constitute
social statuses role behavior social interaction observable as social structure
patterned
relationship
Sumber: Raharjo. (2004).
Dalam bagan tersebut terlihat jelas gambaran saling mempengaruhi antara
kultur dan struktur sosial. Bentuk keterkaitannya lebih jelas lagi bila kita melihatnya
dalam suatu lembaga, yakni ketika individu yang satu berinteraksi dengan lainnya
berdasarkan status dan peran mereka masing-masing dalam lembaga itu.
Jadi, dapat dikatakan bahwa struktur sosial menunjukkan bahwa dalam suatu
masyarakat terdapat unsur-unsur yang membentuk suatu kesatuan bermakna dan
berfungsi. Unsur-unsur tersebut berkaitan satu sama lain yang disebut dengan sistem.
5
Bentuk-bentuk struktur sosial dalam masyarakat dibagi menjadi dua, yakni
struktur sosial vertikal dan horizontal. Struktur sosial vertikal (sering disebut sebagai
stratifikasi sosial atau pelapisan sosial) menggambarkan kelompok-kelompok sosial
dalam susunan yang bersifat hierarkis dan berjenjang, sehingga dalam dimensi
struktur ini kita melihat adanya kelompok masyarakat yang berkedudukan tinggi
(lapisan atas), sedang (lapisan menengah), dan rendah (lapisan bawah). Atau, bisa
lebih bervariasi dari sekedar tiga lapisan ini. Str uktur sosial horizontal (sering disebut
sebagai diferensiasi sosial), dilain pihak, menggambarkan kelompok-kelompok sosial
tidak dilihat dari tinggi rendahnya kedudukan kelompok itu satu sama lain, melainkan
lebih tertuju kepada variasi atau kekayaan pengelompokkan yang ada dalam suatu
masyarakat. Sehingga lewat dimensi struktur horizontal ini yang kita lihat adalah
kekayaan atau kompleksitas pengelompokkannya, bukan saja secara kuantitatif
(jumlah) tetapi juga kualitatif (mutu/ kualitas).
A. Stratifikasi Sosial
Dalam setiap masyarakat selalu diketemukan perbedaan, baik perbedaan di
antara individu-individu maupun perbedaan di antara kelompok-kelompok yang
terhimpun di dalamnya. Perbedaan itu tercermin pada pemilikan atau penguasaan
kekayaan, prestige (hak-hak istimewa), dan kekuasaan. Ketika perbedaan tersebut
berkembang berlapis-lapis dan membentuk hierarki, kemudian terciptalah
stratifikasi sosial.
Untuk meneliti terjadinya proses terbentuknya lapisan dalam masyarakat, pokok-pokok berikut ini dapat dijadikan pedoman:
1) Sistem pelapisan sosial kemungkinan berpokok kepada sistem, pertentangan
dalam masyarakat
2) Sistem pelapisan sosial dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur:
a) Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, misalnya: penghasilan, kekayaan,
keselamatan, dan wewenang
b) Sistem pertetanggaan yang diciptakan oleh para warga masyarakat
(prestise & penghargaan)
c) Kriteria sistem pertentangan yaitu apakah didapat berdasarkan kualitas
pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang, dan
kekuasaan
d) Lambang-lambang kedudukan, misalnya: tingkah laku hidup, cara
berpakaian, perumahan, atau keanggotaan pada suatu organisasi
e) Mudah atau sukarnya bertukar kedudukan
f) Solidaritas antar individu atau kelompok sosial yang menduduki kedudukan
yang sama dalam sistem sosial masyarakat
6
Stratifikasi sosial terbentuk dari hasil kebiasaan manusia berhubungan
antara satu dengan yang lain secara teratur dan tersusun, baik secara perorangan
maupun kelompok. Akan tetapi, apapun dan bagaimanapun wujudnya kehidupan
bersama membutuhkan penataan atau organisasi. Dalam rangka penataan
kehidupan bersama inilah akhirnya terbentuk stratifikasi sosial.
Contoh Kasus
Pada masyarakat yang taraf kebudayaannya masih sederhana, maka pelapisan
yang terbentuk masih sedikit dan terbatas perbedaannya. Misalnya,
masyarakat tradisional di Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat), setiap warga
masyarakat menjalani cara hidup yang sama statis, yaitu mencari ikan
(nelayan), berkebun, berburu. Akibatnya, pelapisan sosial hanya terbatas pada
penentuan pemimpin dan pihak yang dipimpin.
Pada masyarakat yang sudah kompleks dan maju tentu saja akan semakin
kompleks pula perbedaan pelapisan sosialnya. Misalnya masyarakat di Jakarta,
Bandung, Surabaya, dan kota-kota besar di Indonesia lainnya. Pembagian
status dan peran di kota-kota besar sudah tegas dan terinci, ada berbagai
macam pekerjaan seperti: manajer bank, pengusaha, sopir taksi, dosen,
pedagang kaki lima, pedagang asongan. Tiap warga memiliki pekerjaan sendiri-sendiri, akibatnya pelapisan sosial semakin beraneka ragam.
Semakin kompleks kehidupan manusia maka akan semakin banyak pula
terbentuknya perbedaan stratifikasi sosial tersebut.
Stratifikasi sosial terbentuk di dalam masyarakat karena terdapat sesuatu
yang dihargai, seperti kekayaan, kekuasaan, kecakapan, dan lain sebagainya. Hal
itu merupakan awal terbentuknya stratifikasi sosial. Siapa yang banyak memiliki
sesuatu yang dihargai, akan dianggap oleh masyarakat sebagai orang-orang yang
menduduki lapisan atas. Sebaliknya, mereka yang hanya sedikit memiliki atau
bahkan sama sekali tidak memiliki sesuatu yang dihargai akan dianggap oleh
masyarakat sebagai orang-orang yang menempati lapisan bawah dan
berkedudukan rendah. Biasanya golongan yang berada dalam lapisan atas itu tidak
hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat, tetapi
kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif. Misalnya, orang yang memiliki
tanah yang luas juga memiliki uang banyak dan kendaraan mobil serta rumah
mewah.
1) Proses Terbentuknya Stratifikasi Sosial
Dilihat dari cara terbentuknya, stratifikasi sosial di masyarakat dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
7
a) Terjadi dengan sendirinya sesuai dengan pertumbuhan masyarakat yang
bersangkutan.
Faktor-faktor dasar terbentuknya stratifikasi sosial yang terjadi dengan
sendirinya antara lain: kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan
di dalam masyarakat, dan pemilikan harta. Tiap masyarakat memiliki alasan
yang berbeda sebagai dasar pembentukan stratifikasi sosial. Misalnya,
pada masyarakat yang hidup dengan berburu binatang yang dijadikan
dasar adalah kepandaian berburu hewan, sedangkan pada masyarakat
yang telah hidup menetap dan bercocok tanam, kerabat dari para pembuka
tanah asli dianggap sebagai golongan yang menduduki lapisan atas.
b) Sengaja disusun untuk mengejar tujuan tertentu
Stratifikasi sosial ini biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan
yang resmi. Misalnya, yang terjadi di dalam perkumpulan-perkumpulan
formal seperti: pemerintahan negara, perusahaan-perusahaan, partai politik,
angkatan bersenjata, asosiasi atau perkumpulan profesi.
2) Dasar-Dasar Pembentukan Stratifikasi Sosial
Ukuran atau kriteria yang biasanya dipakai untuk menggolongkan anggota
masyarakat ke dalam stratifikasi sosial tersebut adalah:
a) Ukuran kekayaan; barang siapa memiliki kekayaan paling banyak, akan
menempati pelapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat dari
bentuk rumah, mobil pribadi, cara berpakaian serta jenis bahan yang
dipakai, kebiasaan atau cara berbelanja
b) Ukuran kekuasaan; barang siapa yang memiliki kekuasaan atau
mempunyai wewenang terbesar akan menempati pelapisan yang tinggi
dalam stratifikasi sosial masyarakat yang bersangkutan
c) Ukuran kehormatan; orang yang dihormati dan disegani akan berada
dalam stratifikasi atas dan ini biasanya terdapat pada masyarakat yang
masih tradisional. Misalnya, orang tua yang dianggap berjasa dalam
masyarakat atau kelompoknya. Ukuran kehormatan biasanya lepas dari
ukuran-ukuran kekayaan dan kekuasaan.
d) Ukuran ilmu pengetahuan; digunakan sebagai salah satu faktor atau
dasar pembentukan pelapisan sosial di dalam masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahun
Keempat ukuran itu tidak bersifat limitif, artinya masih ada ukuran lain
yang dapat dipergunakan dalam kriteria penggolongan stratifikasi sosial
8
dalam masyarakat, namun ukuran di ataslah yang paling banyak digunakan
sebagai dasar pembentukan stratifikasi sosial.
3) Sistem Stratifikasi Sosial
Dilihat dari sifatnya, stratifikasi sosial dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu stratifikasi sosial tertutup dan stratifikasi sosial terbuka
a) Stratifikasi Sosial Tertutup
Sistem ini membatasi kemungkinan seseorang untuk pindah dari satu
lapisan ke lapisan yang lain, baik lapisan atas maupun lapisan bawah.
Satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota suatu lapisan hanyalah
melalui kelahiran. Sebagai contoh adalah pelapisan pada masyarakat
berkasta, pada masyarakat dengan sistem feodal atau pada masyarakat
yang masih menggunakan kriteria ras sebagai dasar pelapisan sosialnya.
Bentuk stratifikasi sosial tertutup dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan:
Pada stratifikasi sosial tertutup, tampak jelas
bahwa mobilitas sosial sangat terbatas atau
bahkan tidak ada
Agar memperoleh pengertian yang jelas, mengenai stratifikasi sosial
tertutup, berikut ini dikemukakan ciri-ciri masyarakat kasta di India:
Keanggotaan diperoleh melalui warisan dan kelahiran sehingga
seseorang secara otomatis dan dengan sendirinya memiliki
kedudukan seperti yang dimiliki oleh orang tuanya
Keanggotaan berlaku seumur hidup, oleh karena itu seseorang tidak
mungkin mengubah kedudukannya, kecuali apabila dikeluarkan atau
dikucilkan dari kastanya
Perkawinan bersifat endogami, artinya seseorang hanya dapat
mengambil suami atau istri dari orang sekasta
Hubungan dengan kelompok-kelompok sosial (kasta) lain sangat
terbatas
Kesadaran dan kesatuan suatu kasta, identifikasi anggota kepada
kastanya, penyesuaian diri yang ketat terhadap norma-norma kasta,
dan sebagainya
Kasta terikat oleh kedudukan yang secara tradisional telah ditentukan
Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan
9
b) Stratifikasi Sosial Terbuka
Sistem ini memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat untuk
naik ke strata yg lebih tinggi karena kemampuan dan kecakapannya sendiri,
atau turun (jatuh) ke strata yang lebih rendah bagi mereka yang tidak cakap
dan kurang beruntung. Sistem ini lebih banyak memberikan rangsangan
kepada setiap anggota masyarakat untuk maju dan berkembang.
Contohnya pada masyarakat di negara industri maju atau masyarakat
pertanian yang telah mengalami modernisasi.
Bentuk stratifikasi sosial terbuka dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan:
Pada stratifikasi sosial terbuka,
terdapat kemungkinan yang lebih
besar untuk mengadakan mobilitas
social (vertikal dan horizontal)
Dalam kenyataannya sehari-hari, stratifikasi sosial tidak selalu
bersifat tertutup dan terbuka, melainkan juga bersifat campuran antara
keduanya, artinya ada kemungkinan di dalam suatu masyarakat terdapat
unsur-unsur dari gabungan kedua sistem tersebut. Misalnya dalam bidang
ekonomi menggunakan stratifikasi terbuka sedangkan pada bidang lain
(seperti: penggunaan kasta) bersifat tertutup.
Contoh Kasus:
Masyarakat Bali secara budaya terbagi dalam 4 kasta, yakni Brahmana,
Satria, Waisya, dan Sudra, tetapi secara ekonomi lebih bersifat terbuka.
Setiap orang tanpa memandang kasta dapat mencapai kedudukan yang
lebih tinggi berdasarkan kemampuan & kecakapannya. Jadi seseorang dari
kasta Sudra dapat saja menjadi pengusaha sukses karena memiliki
kemampuan berdagang yang baik.
Bentuk stratifikasi sosial campuran sebagai berikut:
Keterangan:
Pada stratifikasi sosial campuran,
terlihat bahwa mobiltas vertical
hanya terjadi pada golongan yg sama
10
4) Berbagai Bentuk Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat
Stratifikasi sosial di masyarakat bentuknya berbeda-beda dan sangat
banyak variasinya. Bentuk itu akan dipengaruhi oleh kriteria atau faktor apa
yang dijadikan dasar. Berikut ini akan diuraikan beberapa bentuk stratifikasi
sosial menurut kriteria yang dijadikan dasar pelapisan.
a) Stratifikasi Sosial Berdasarkan pada Kriteria Ekonomi
Stratifikasi atas dasar ini mengarah pada pengelompokan
masyarakat berdasarkan kekayaan, sehingga ada lapisan yang terdiri
dari orang-orang kaya, lapisan orang- orang menengah, dan lapisan
orang-orang miskin. Orang-orang yang termasuk golongan kaya
“konglomerat” terdapat di lapisan atas, dan sebaliknya, orang-orang
miskin berada di lapisan bawah.
Kekayaan seseorang terkait dengan pendapatan mereka, semakin
tinggi pendapatannya maka semakin tinggi tingkat kekayaan.
Pendapatan itu terkait dengan sumber pendapatan, seperti: pekerjaan,
profesi, atau jabatan. Misalnya, orang yang menjabat sebagai Gubernur,
cenderung pendapatannya lebih besar daripada seorang Camat atau
Kepala Desa. Tetapi, seorang petani belum tentu pendapatannya lebih
kecil dari seorang Camat. Jika petani memiliki tanah yang luas,
sementara Camat hanya mengandalkan pendapatan dari gajinya, maka
pendapatan petani dapat lebih besar dari seorang Camat.
Dilihat dari kriteria ekonomi, secara garis besar terdapat tiga kelas
sosial, namun dari ketiga kelas sosial itu masih dapat dibagi menjadi
subkelas sebagai berikut:
1. Kelas atas (upper class)
Kelas atas atas (Aa)
Kelas atas menengah (Am)
Kelas atas bawah (Ab)
2. Kelas menengah (middle class)
Kelas menengah atas (Ma)
Kelas menengah (Mm)
Kelas menengah bawah (Mb)
3. Kelas bawah (lower class)
Kelas bawah atas (Ba)
Kelas bawah menengah (Bm) Piramida Kelas Sosial
Kelas bawah bawah (Bb) Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Pelapisan di atas digambarkan dalam bentuk kerucut, hal ini
berkaitan dengan jumlah warga masyarakat yang berada dalam tiap
kelas. Semakin tinggi kelas, maka semakin sedikit warga masyarakat
11
yang termasuk di dalamnya. Sebaliknya, semakin rendah kelas, maka
semakin banyak warga masyarakat yang termasuk di dalamnya. Hal ini
tidak hanya berlaku pada stratifikasi atas dasar kriteria ekonomi saja,
melainkan juga pada bentuk-bentuk stratifikasi yang lain, seperti
stratifikasi berdasarkan kriteria sosial dan politik.
b) Stratifikasi Sosial Berdasarkan pada Kriteria Sosial
Jenis stratifikasi ini mengarah pada pengelompokan masyarakat
menurut nilai status. Tinggi rendahnya status seseorang ditentukan oleh
tingkat penghormatan atau prestisenya di masyarakat. Biasanya
seseorang tidak hanya memiliki satu kedudukan saja karena ia terlibat
tidak hanya dengan satu pola hubungan sosial, melainkan dengan
beberapa pola hubungan sekaligus. Robert M.Z. Lawang
mengemukakan bahwa status mempunyai dua pengertian yang ditinjau
secara objektif dan subjektif.
(1) Secara Objektif
Status merupakan suatu tatanan (order) hak dan kewajiban secara
hierarki dalam struktur formal organisasi. Misalnya: status kepala
sekolah atau ketua organisasi massa, status tersebut merupakan
sekumpulan hak dan kewajiban yang tidak dipengaruhi oleh siapa
yang menduduki atau menyandang status tersebut.
(2) Secara Subjektif
Status merupakan hasil penilaian orang lain terhadap diri seseorang
yang dengan siapa ia berhubungan. Hasil penilaian tersebut adalah
seseorang lebih tinggi, lebih rendah atau sama kedudukannya
dengan orang yang berhubungan sosial dengannya. Tinggi-rendah
kedudukan seseorang akan tergantung penilaian orang lain.
Talcott Parsons menyebutkan lima kriteria yang menentukan
tinggi rendahnya status seseorang, yaitu:
Kriteria kelahiran; meliputi faktor ras, jenis kelamin,
kebangsawanan dan sebagainya
Kriteria kualitas pribadi; meliputi kebijakan, kearifan, kesalehan,
kecerdasan, dan usia
Kriteria prestasi; meliputi kesuksesan usaha, pangkat dalam
pekerjaan, prestasi belajar, prestasi kerja, dan sebagainya
Kriteria pemilikan; meliputi kekayaan akan uang dan harta benda
Kriteria otoritas; yaitu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain
sehingga pihak lain tersebut bertindak seperti yang diinginkan
12
c) Stratifikasi Sosial Berdasarkan pada Kriteria Politik
Kriteria ini mengelompokkan warga masyarakatnya menurut
kekuasaan dan wewenang. Gejala yang tampak dalam masyarakat,
misalnya: ada penguasa dan yang dikuasai, serta ada pemimpin dan ada
yang dipimpin. Jadi, semakin tinggi wewenang dan kekuasaan seseorang,
maka semakin tinggi status sosialnya dan berada di lapisan atas,
demikian pula sebaliknya.
Ada perbedaan antara kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan
(power) adalah setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain,
sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada diri seseorang
atau sekelompok orang yang mempunyai dukungan atau mendapatkan
pengakuan dari masyarakat. Dengan kata lain, wewenang atau otoritas
adalah hak untuk mempengaruhi karena didukung oleh adanya norma
atau peraturan yang menentukan keteraturan dalam masyarakat. Jadi,
wewenang harus didukung oleh kekuasaan, sebab jika tidak wewenang
tidak akan berjalan efektif. Kekuasaan/ kepemimpinan seseorang akan
diterima oleh orang lain apabila mempunyai beberapa unsur pokok, yaitu:
Rasa takut; perasaan takut terhadap seseorang, misalnya penguasa,
akan menimbulkan kepatuhan yang terpaksa terhadap kemauan dan
tindakan orang yang ditakuit
Rasa cinta; jika perasaan takut cenderung negatif, maka perasaan
cinta biasanya akan menghasilkan perbuatan-perbuatan positif,
artinya kepatuhan terhadap seseorang bukanlah keadaan terpaksa
Kepercayaan; kepercayaan terhadap seseorang akan membuahkan
kepatuhan terhadap orang yang dipercaya
Pemujaan; orang atau sekelompok orang yang memiliki banyak
kelebihan dari orang lain akan menempatkannya dalam sistem
pemujaan, dan orang yang puja-puja akan dapat mempengaruhi pihak
lain sehingga berperilaku atau bertindak sesuai dengan keinginannya
Bentuk kekuasaan dalam masyarakat ada beberapa macam, masing-masing mempunyai pola. Pola-pola kekuasaan itu umumnya menyesuaikan
diri dalam masyarakat dengan adat istiadat dan pola perilakunya. Robert
Mac Iver, menggambarkan kekuasaan dalam sebuah piramida kekuasaan
sebagai berikut:
(1) Tipe Kasta
Sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas
dan kaku. Tipe ini dijumpai pada masyarakat berkasta atau feodal, yang
dicirikan oleh gerak sosial secara vertikal, baik dari atas ke bawah
maupun dari bawah ke atas. Garis pemisah masing-masing lapisan
hampir tidak mungkin dapat ditembus, karena aturan yang kaku dan
13
baku yang ditentukan oleh penguasa. Tipe kasta ini tampak jelas dalam
bentuk gambar berikut:
Raja (penguasa)
Para Bangsawan
Orang yg bekerja di Pemerintahan
Para pegawai rendah
Tukang/ pelayan
Petani/ buruh tani
Budak-budak
Piramida Kekuasaan Tipe Kasta
(2) Tipe Oligarki
Masih memiliki garis pemisah tegas antara pemegang
kekuasaan dalam masyarakat secara hierarkis dari atas ke bawah.
Akan tetapi, dasar pembedaan kelas-kelas sosial ditentukan oleh sistem
budaya masyarakatnya, terutama kesempatan yang diberikan kepada
warga masyarakat untuk memperoleh kekuasaan-kekuasaan tertentu.
Sekalipun kedudukan para warga masyarakat masih didasarkan pada
faktor keturunan (acribed status), tetapi mereka diberi kesempatan
untuk naik lapisan.
Tipe oligarki ini tampak jelas dalam bentuk gambar berikut:
Raja (penguasa)
Bangsawan dari berbagai tingkatan
Penguasa tinggi/ sipil – militer
Orang-orang kaya, penguasa, dsb
Pengacara
Tukang dan pedagang
Petani, buruh tani, budak
Piramida Kekuasaan Tipe Oligarki
Tipe ini dijumpai pada masyarakat feodal yang telah berkembang.
Variasi tipe ini dijumpai pada negara-negara berdasarkan paham
fasisme dan totaliter, seperti Italia, Uni Soviet dan Jepang. Bedanya,
kekuasaan tertinggi pada negara fasisme berada di tangan partai politik
mayoritas atau pemenang pemilu.
(3) Tipe Demokratis
Sistem pelapisan kekuasaan dengan garis pemisah bersifat mobil
(bergerak). Setiap warga masyarakat secara terbuka dan bebas
memiliki hak untuk memperoleh kekuasaan dan kedudukan tertentu
14
sesuai dengan kemampuannya. Faktor kelahiran tidak menentukan
seseorang dalam memperoleh kekuasaan dalam masyarakatnya.
Gerak sosial secara vertikal dari atas ke bawah sangat
dimungkinkan dalam tipe ini. Artinya, lapisan bawah dapat naik ke
lapisan atas dan juga sebaliknya, tergantung pada kemampuan dan
keberuntungan yang diperoleh. Hal ini tampak dari anggota-anggota
partai politik yang menang dalam pemilu dapat menduduki jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan. Kekuasaan dan kedudukan
tersebut dicapai melalui partai politik yang dimasukinya. Tipe oligarki ini
tampak jelas dalam bentuk gambar berikut ini:
Para pemimpin parpol, orang kaya,
para pemimpin organisasi besar
Pejabat administrative atas dasar
keahlian
Ahli teknik, petani, pedagang
Pekerja rendahan dan petani
rendahan
Piramida Kekuasaan Tipe Demokrasi
Cakrawala
Pelapisan kekuasaan di Keraton dengan semua tata nilai yang berlaku di dalamnya
dapat digambarkan dengan lingkaran kambium. Raja merupakan tokoh sentral
yang penuh dengan kekuasaan dan previlage (hak-hak istimewa). Kekuasaan dan
previlage yang lebih rendah dari raja dimiliki oleh para anggota keluarga raja.
Semakin jauh dari lingkaran keluarga raja, maka semakin berkurang kekuasaan,
previlage maupun prestise (kehormatan/ gengsi sosial) yang dimiliki seseorang.
Keterangan gambar
Pada pelapisan sosial kambium, terdiri atas tiga lingkaran
Dalam (golongan inti)
Tengah (golongan tengah)
Luar (golongan feriterial/ pinggiran)
Setiap lingkaran masih dibagi menjadi tiga lingkaran dalam,
tengah dan luar. Dengan demikian, akan terdapat Lingkaran
Dalam dalam (LDd), Lingkaran Dalam tengah (LDt),
Lingkaran Dalam luar (LDl), dan seterusnya. Lingkaran kambium
yang menggambarkan
pelapisan kekuasaan di
lingkungan keraton
B. Diferensiasi Sosial
Diferensiasi sosial artinya perbedaan-perbedaan masyarakat atau
penggolongan warga masyarakat secara horizontal (tidak bertingkat).
Perwujudannya adalah penggolongan penduduk atas dasar ras, etnis, agama,
gender, bahasa, dan sebagainya.
15
Diferensiasi sosial menunjukkan adanya keanekaragaman dalam masyarakat.
Suatu masyarakat yang didalamnya terdiri atas berbagai macam unsur, menunjukkan
perbedaan tidak bertingkat (horizontal) yang sering disebut sebagai masyarakat
majemuk. Jadi, dalam diferensiasi sosial tidak membahas adanya perbedaan tingkatan
atau kelas-kelas sosial, seperti kelompok suku bangsa Jawa tidak lebih tinggi dari
kelompok suku bangsa lainnya di Indonesia. Demikian pula tidak membedakan bahasa
Jawa lebih tinggi dari bahasa daerah Nusantara lainnya dan sebaliknya.
Ada empat macam bentuk diferensiasi sosial yang akan dikaji dalam pokok
bahasan ini antara lain:
1. Diferensiasi Sosial berdasarkan perbedaan ras
Istilah ras diartikan sebagai penggolongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik
rumpun bangsa didunia. Penggolongan ras didasarkan pada ciri-ciri lahir atau
morfolis seseorang. Ciri morfologis ini merupakan ciri yang tampak atau dinamakan
juga genotipe. Ras bukanlah pengklasifikasian manusia berdasarkan budaya atau
komunitas tempat berkembang biak melainkan atas dasar ciri biologis. Ilmu yang
mempelajari ciri-ciri morfologis manusia untuk kepentingan klasifikasi ras ini dikenal
dengan anthrophometri.
Ciri biologis atau ciri morfologis ini meliputi ciri kualitatif dan kuantitatif. Ciri
kuantitatif meliputi:
1) Bentuk kepala
Dijadikan patkan untuk menentukan pembagian ras manusia. Para ahli
membuat rumus khusus untuk menghitung indeks kepala:
= lebar kepala x 100
panjang kepala
dengan rumus itu didapat angka-angka tertentu untuk menentukan seseorang
termasuk dalam golongan ras apa
2) Ukuran badan
Dasar pembeda adalah manusia dewasa lebih kurang 150 cm sampai dengan
178 cm, seseorang yang memiliki tinggi lebih dari 178 cm atau kurang dari 150
cm berarti mereka masuk golongan tersendiri. Namun demikian, masih ada
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tinggi dan besar
badan manusia, yaitu gizi makanan, rekayasa genetika, penemuan teknologi
baru, dan lainnya.
3) Bentuk hidung
Ada tiga macam patokan, yaitu:
Hidung sempit (leptorrhine), hidung berukuran 70
Hidung sedang (mezorrhine), hidung berukuran 70 – 84
16
Hidung lebar (plathyrrhine), hidung berukuran diatas 84
Cara menghitung bentuk hidung:
= panjang hidung x 100
lebar hidung
4) Bentuk muka; yang dijadikan patokan adalah bentuk muka bulat dan lonjong
Sedangkan ciri kualitatif, yaitu:
a) Warna kulit; perbedaan ini disebabkan oleh pigmen yang ada dalam diri
manusia dan adanya pengaruh dari luar, misalnya pengaruh sinar matahari
yang sifatnya sementara dan tidak dapat menurun
Dibagi menjadi empat, yaitu:
Putih, yang dimiliki ras Nordick
Hitam, dimiliki orang Negro Afrika Selatan, Negro Amerika, dan
Negro di Somalia
Sawo matang, dimiliki orang-orang Dravida
Merah, dimiliki orang-orang Indian (penduduk asli Amerika)
b) Jenis rambut; warna rambut tidak berubah karena pengaruh lingkungan
Dibagi menjadi tiga, yaitu:
Rambut lurus (leiotris), seperti yang dimiliki orang Cina dan Eskimo.
Menjadi ciri khas ras Mongoloid dan Kaukasoid, rambut itu dapat
tumbuh panjang
Rambut halus dan pirang (cymotris), seperti yang dimiliki orang India,
orang-orang Asia Barat, Afrika Utara, dan Eropa. Rambut halus dan
pirang atau coklat biasanya agak bergelombang atau keriting dan
berwarna putih kekuning-kungingan
Rambut gimbal (ulotris), seperti yang dimiliki sebagian besar orang
Negro di Somalia, Afrika Selatan dan Papua. Bentuk rambut ini
bergelombang kecil, tidak dapat tumbuh panjang, dan berwarna hitam
kelam
c) Warna mata; warna mata tidak berubah karena pengaruh lingkungan
Meliputi lima warna: hitam, biru, coklat, hijau dan abu-abu. Khusus
seseorang yang bermata sempit dimiliki oleh ras Asiatic.
Terdapat banyak klasifikasi ras yang dikemukakan dari berbagai ahli.
Di bawah ini dikemukakan salah satu klasifikasi ras dari A.L.Kroeber, yang
menggambarkan secara jelas garis besar penggolongan ras-ras terpenting
di dunia serta hubungan antara satu dengan yang lain, yaitu:
17
a) Australoid; penduduk asli Australia
b) Mongoloid
Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah, dan Asia Timur)
Malayan Mongoloid (Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina &
penduduk asli Taiwan)
American Mongoloid (penduduk asli benua Amerika Utara dan
Selatan, dari orang-orang Eskimo di Amerika Utara sampai
penduduk Terra del Fuego di Amerika Selatan)
c) Caucasoid
Nordic (benua Afrika)
Alpine (Eropa Tengah dan Timur)
Mediterranean (penduduk sekitar Laut Tengah, Amerika Utara,
Armenia, Arab, Iran)
Indic (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka)
d) Negroid
African Negroid (Benua Afrika)
Negrito (Afrika Tengah, Semenanjung Melayu, Filipina)
Melanesian (Irian, Melanesia)
e) Ras-ras khusus
Tidak dapat diklasifikasikan ke dalam empat ras di atas, seperti:
Bushman (di daerah Gurun Kalahari; Afrika Selatan)
Veddoid (di pedalaman Sri Lanka dan Sulawesi Selatan)
Polynesian (di Kepulauan Mikronesia dan Polinesia)
Ainu (di Pulau Karafuto dan Hokkaido; Jepang Utara)
2. Diferensiasi Sosial berdasarkan perbedaan etnis
Selain kemajemukan berdasarkan ras, warga masyarakat Indonesia juga
terdiri dari bermacam-macam suku bangsa. Penentuan seseorang menjadi
suatu anggota suku bangsa tertentu adalah faktor kelahiran atau keturunan.
Apabila seorang anak berasal dari keturunan suku bangsa Sunda maka secara
otomatis anak itu berkedudukan sebagai orang Sunda.
Sistem diferensiasi sosial berdasarkan suku bangsa bersifat tertutup,
artinya mobilitas sosial atau perpindahan antargolongan suku bangsa tidak
mungkin. Misalnya, tidak mungkin seseorang dapat pindah golongan dari
anggota suku bangsa Betawi menjadi anggota suku Bangsa Sunda, Jawa,
Minang, dan sebaliknya. Hal yang memungkinkan seseorang dapat melakukan
mobilitas adalah melalui amalgamasi (perkawinan campuran), artinya dua
18
orang yang berbeda suku bangsa melakukan perkawinan, maka keturunannya
kelak dapat menjadi anggota kedua belah pihak atau bergantung pada sistem
kekerabatan yang berlaku pada suku bangsa tersebut.
Berikut ini beberapa pengertian mengenai suku bangsa yang dikemukakan
oleh para ahli
1) Koentjaraningrat
Suku bangsa atau etnis merupakan suatu golongan manusia yang terikat
oleh kesadaran akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan
identitas tadi seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa.
2) William Kornblum
Kelompok etnis adalah suatu populasi yang memiliki identitas kelompok
berdasarkan kebudayaan tertentu dan biasanya memiliki leluhur yang
secara pasti atau dianggap pasti sama
3) Alex Thio
Kelompok etnis adalah sekelompok orang yang saling berbagi warisan
kebudayaan tertentu. Dengan kata lain, etnis berbeda dengan ras karena
kelompok etnis digunakan untuk mengacu suatu kelompok atau kategori
sosial yg perbedaannya terletak pada kriteria kebudayaan, bukan biologis.
4) Bruce J.Cohen
Kelompok etnis dibedakan oleh karakteristik budaya yang dimiliki oleh para
anggotanya. Karakteristik itu meliputi agama, bahasa, atau kebangsaan.
Ada perbedaan antara ras dan etnis, yaitu: ras dibedakan dalam
penampilan fisiknya, sedangkan etnis dibedakan dalam karakteristik
budayanya.
Koenjaraningrat menganjurkan untuk menggunakan istilah suku bangsa
secara lengkap, tidak boleh hanya dengan menyebut suku saja, sebab istilah
suku dalam antropologi atau etnografi sudah merupakan istilah teknis yang
memiliki arti sendiri, yaitu nama klan (marga).
Beberapa contoh antara lain:
1) Penduduk Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur terdiri atas beberapa suku
bangsa yang khusus, yaitu orang Manggarai, Ngada, Sikka, Riung, Nagea
Keo, dan Larantuka. Kepribadian yang khas itu dikuatkan oleh bahasa yang
khusus, yaitu bahasa Manggarai, bahasa Ngada, bahasa Sikka, bahasa
Ende, dan sebagainya.
Walaupun demikian, jika orang Flores berada di luar pulau mereka
(misalnya, Jawa) dan harus hidup berinteraksi dengan golongan atau
19
kelompok yang lebih besar, maka mereka akan merasa bersatu sebagai
orang Flores, tidak sebagai orang Sikka, Ngada, Ende, Larantuka, dsb.
2) Hal yang sama juga dialami oleh orang-orang Papua. Di Papua mereka
lebih merasakan sebagai orang Sentani, orang Marind-anim, orang Serui,
orang Kapauku, orang Muni, dan sebagainya. Mereka akan merasakan
sebagai orang Papua jika mereka berada di tempat lain di luar Papua.
Perbedaan antar suku bangsa dapat dilihat dari aspek-aspek berikut:
Perbedaan bahasa suku bangsa, misalnya ada bahasa Jawa, Sunda,
Minahasa, Toraja, Bugis, Maluku, dan bahasa suku bangsa yang lain
Perbedaan tata susunan kekerabatan, misalnya ada yang menganut sistem
patrilineal, matrilineal, dan parental
Perbedaan adat istiadat dalam sistem perkawinan, upacara adat, hukum
adat dan perbedaan adat istiadat yang lain
Perbedaan sistem mata pencaharian, misalnya sistem berladang, berkebun,
sawah, perikanan, beternak, dll. Di beberapa daerah di Indonesia terdapat
sistem mata pencaharian yang menonjol khususnya di pedesaan, misalnya
di Jawa umumnya mengenal sistem pertanian sawah, di Kalimantan
umumnya mengenal sistem berladang, di pedalaman Papua (Irian Jaya)
umumnya mengenal sistem mata pencaharian berburu dan meramu
Perbedaan teknologi, misalnya bentuk bangunan rumah, peralatan kerja.
Perbedaan kesenian daerah, misalnya seni tari, seni musik, seni lukis, seni
pahat
3. Diferensiasi Sosial berdasarkan perbedaan agama
Diferensiasi sosial berdasarkan perbedaan agama terwujud dalam
kenyataan sosial bahwa masyarakat terdiri atas orang-orang yang menganut
suatu agama tertentu termasuk dalam suatu komunitas atau golongan yang
disebut umat. Oleh karena itu, dalam masyarakat kemudian dijumpai sebutan
umat Islam, umat Kristen, umat Hindu ataupun umat Budha. Sebutan tersebut
menunjukkan adanya penggolongan penduduk atau warga masyarakat
berdasarkan agama yang dianut. Selain agama-agama di atas, sebagian kecil
masyarakat Indonesia menganut Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha
Esa. Paham Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini bukan
merupakan agama, tetapi merupakan kebudayaan atau budaya spiritual yang
umumnya diwariskan dari kebudayaan nenek moyang. Organisasi penghayat
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini hampir mencapai 200
20
organisasi yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Misalnya, di Sumatera
Utara dikenal Kepercayaan Parmalim, di Jawa dikenal Kepercayaan Pangestu,
di Lampung dikenal Kepercayaan Dharma Murti. Kelompok ini berbaur dengan
masyarakat penganut agama dan tetap menjalankan perannya sebagai
anggota masyarakat.
Menurut Emille Durkheim, agama adalah suatu sistem kepercayaan
beserta prakteknya, berkenaan dengan hal-hal yang sakral yang menyatukan
pengikutnya dalam suatu komunitas moral. Agama berisi tentang:
1) Sesuatu yang dianggap sakral, melebihi kehidupan duniawi dan
menimbulkan rasa kekaguman dan penghormatan
2) Sekumpulan kepercayaan tentang hal yang dianggap sakral
3) Penegasan kepercayaan dengan melaksanakan ritual, yaitu aktivitas
keagamaan
4) Sekumpulan kepercayaan yang ikut dalam ritual yang sama
Unsur-unsur pokok dari suatu agama dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Koentjaraningrat. (1972).
Oleh karena kedudukan seseorang dalam beragama itu tidak terikat oleh
faktor kelahiran, keturunan, politik, ekonomi, ataupun status sosial, maka
diferensiasi sosial atas dasar agama ini adalah terbuka. Artinya, anggota antar
golongan agama tersebut memiliki kebebasan atau peluang untuk pindah
golongan (agama) sesuai dengan keyakinan yang dimilikinya. Dapat dikatakan
bahwa agama merupakan bagian yang amat mendalam dari kepribadian
seseorang (privacy), karena agama selalu berkaitan dengan kepekaan
emosional. Dengan kata lain, agama merupakan hal yang sensitif dan sering
menghambat proses integrasi sosial, terutama pada masyarakat majemuk yang
memiliki bermacam-macam agama dengan doktrin atau ajaran yang berbeda-beda.
Sistem
Kepercayaan
Emosi
Keagamaan
Sistem
Upacara
Keagamaan
Kelompok
Keagamaan
21
Hal itu disebabkan adanya suatu keyakinan dari para pemeluk agama
yang menganggap agamalah yang paling benar, akibatnya terbentuk sikap
mental yang berintikan kesombongan religius. Sikap mental demikian pada
waktu tertentu dapat menimbulkan bentrokan dengan golongan agama lain. Hal
ini jelas tidak menguntungkan dalam rangka proses integrasi sosial, sedangkan
yang diperlukan dalam masyarakat heterogen adalah adanya kerjasama antara
unsur-unsur yang berbeda tersebut.
Jika kita amati masyarakat di lingkungan tempat tinggal kita, mereka
mempunyai agama yang berbeda-beda, ada yang memeluk agama Islam,
Kristen, Hindu, dan Budha. Dalam kehidupan kita sehari-hari, misalnya: arisan
kampung, kerja bakti, dan sebagainya tentu saja tidak dibedakan atas agama
apa yang boleh mengikuti kegiatan tersebut. Kewajiban mereka untuk
membayar arisan pasti tidak dibeda-bedakan atas agama mereka. Artinya,
tidak ada keistimewaan agama yang satu dibandingkan dengan agama yang
lain. Inilah diferensiasi agama, agama tidak dipandang tingkatannya, mana
yang lebih baik atau mana yang lebih buruk.
Agama, di satu sisi selain dapat menyebabkan konflik dan perpecahan,
juga dapat menjadi alat pengikat atau solidaritas yang tidak lagi melihat
perbedaan ras, derajat, pangkat, suku bangsa dan perbedaan-perbedaan
lainnya.
4. Diferensiasi Sosial berdasarkan perbedaan gender
Di dalam kehidupan di dunia ini ada dua jenis manusia, yaitu jenis kelamin
laki-laki dan perempuan. Dalam kehidupan sosial, kenyataan adanya
perbedaan antara laki-laki dan perempuan akan mengarah pada pembedaan
fungsi, hak-hak dan kewajibannya. Pada umumnya orang beranggapan istilah
jender sama dengan jenis kelamin, tetapi sesungguhnya tidaklah demikian.
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan akan mencakup tentang perbedaan
seks dan perbedaan jender.
Perbedaan secara seks adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki
secara biologis, yaitu karakteristik seks primer, seperti: alat kelamin dan
karakteristik seks sekunder yang akan muncul kemudian, seperti bentuk tubuh
atau bentuk suara. Sedangkan perbedaan jender adalah cara berperilaku bagi
pria dan wanita yang sudah ditentukan oleh kebudayaan atau kodratnya yang
kemudian menjadi bagian dari kepribadiannya. Peran jender, yaitu pola-pola
sikap dan tingkah laku yang diharapkan oleh masyarakat berdasarkan jenis
kelamin, dibuat oleh masyarakat, dan diturunkan dari satu generasi ke generasi
22
selanjutnya melalui agen-agen sosial, seperti keluarga, kelompok bermain, dan
media massa.
Laki-laki memiliki temperamen yang ekstrovert (terbuka untuk
mengungkapkan diri ataupun untuk menerima orang lain), sedangkan
perempuan memiliki temperamen introvert (lebih menutup diri). Hal itu dapat
berpengaruh dalam kehidupan sosial, ekonomi, budaya, maupun politik.
Kehidupan politis dan pemerintahan di kebanyakan tempat didominasi oleh laki-laki, perempuan hanya golongan minoritas. Demikian juga dalam gerak
kehidupan sosial, ekonomi dan budaya.
Contoh Kasus:
Anak usia bayi – remaja
Sejak si bayi lahir, bayi perempuan biasanya akan diberi baju, sepatu,
topi berwarna merah jambu, sedangkan anak laki-laki biasanya akan diberi
pakaian berwarna biru. Anak-anak perempuan akan diberi mainan boneka,
sementara anak laki-laki diberi bola atau mobil-mobilan. Anak-anak
perempuan akan diajarkan untuk lemah lembut dan sopa, sedangkan laki-laki diajarkan untuk tegar dan pemberani, sering diajarkan juga bahwa anak
laki-laki tabu untuk menangis.
Usia remaja – dewasa
Laki-laki lebih bergerak pada pekerjaan yang membutuhkan tenaga
yang kuat, sedangkan perempuan kebanyakan bekerja pada pekerjaan
yang tidak terlalu membutuhkan tenaga. Misalnya, dalam bertani (sawah);
perempuan biasanya bekerja di bagian menanam padi, sedangkan laki-laki
yang mencakul, menggaru tanah sawah dan lainnya yang serba berat.
Peran Jender
Saat ini banyak perempuan yang bekerja sebagai polisi wanita, supir,
insinyur, dan lain-lain, sedangkan pria ada yang bekerja sebagai juru masak
(koki), perancang baju wanita (desainer), dan lain-lain. Hal ini terjadi karena
banyak faktor yang mempengaruhi seperti kecakapan, keahlian, minat/hobi,
tuntutan ekonomi keluarga.
================================
Dalam masyarakat modern, tenaga fisik bukan merupakan faktor penting dalam menentukan
peran kerja. Kaum wanita tidak terlalu menjadi beban kaum pria tetapi sudah menjadi mitra
kerja kaum pria. Dengan demikian, kaum wanita turut serta memilih dan menentukan posisi
dalam keluarga atau dalam dunia kerja tanpa harus meninggalkan kodratnya
23
SOAL-SOAL LATIHAN
1. Struktur sosial adalah suatu gambaran yang menunjukkan adanya jalinan unsur-unsur sosial, yaitu kaiah sosial, lembaga sosial, kelompok sosial, dan ……………
a. Lapisan sosial c. Komunikasi sosial
b. Kelompok pekerja d. Pendidikan sosial
2. Dalam masyarakat Bali dikenal adanya perkawinan endogami, artinya …………..
a. Seseorang hanya dapat mengambil suami atau istri dari orang sekasta
b. Perkawinan berlangsung di luar wilayah desa adat
c. Perkawinan tidak dilakukan secara adat, tetapi dilakukan di KUA
d. Seseorang hanya dapat mengambil suami atau istri dari orang di luar kasta
3. Adanya diferensiasi sosial berdasarkan jender di Indonesia mulai tahun 2004
diupayakan penyesuaian, yang ditandai dengan ………………….
a. Sudah banyak kaum perempuan yang menjadi pegawai
b. Presiden RI dijabat oleh seorang perempuan
c. 30 % dari anggota legislative dijabat kaum perempuan
d. Kaum perempuan bisa menjadi TNI dan Polisi
4. Perhatikan contoh pekerjaan berikut ini!
I. Guru
II. Arsitek
III. Seniman
IV. Karyawan swasta
Jenis-jenis pekerjaan di atas merupakan diferensiasi horizontal karena …………
a. Setiap pekerjaan memiliki fungsi sepadan dalam masyarakat
b. Semua pekerjaan menghasilkan keuntungan yang sama
c. Setiap pekerjaan memiliki ciri yang berbeda
d. Masyarakat menilai pekerjaan di atas sama
5. Orang-orang di Indonesia sebagian besar berasal dari ras ……………….
a. Melanesian c. Negroid
b. Polynesian d. Mongoloid
======================================
24
BAB II
PROSES SOSIAL DALAM MASYARAKAT
Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa
interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang
dengan orang lain secara fisik saja tidak akan menghasilkan suatu interaksi sosial
dalam suatu kelompok sosial. Interaksi sosial baru akan terjadi apabila orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia saling bekerjasama dan saling
berbicara untuk mencapai suatu tujuan bersama.
Interaksi sosial adalah suatu hubungan timbal-balik antara dua atau lebih
individu manusia, di mana ide, pandangan dan tingkah laku individu yang satu saling
mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki individu yang lain, atau sebaliknya.
Rumusan ini dengan tepat menggambarkan kelangsungan timbal-baliknya interaksi
sosial antara dua manusia atau lebih. Hubungan timbal-balik tersebut dapat
berlangsung antara individu dengan individu, antara individu dgn kelompok, dan antara
kelompok dgn kelompok untuk mencapai suatu tujuan. Interaksi sosial memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: (1) Adanya dua orang pelaku atau lebih, (2) Adanya hubungan timbal
balik antar pelaku, (3) Proses diawali dengan adanya kontak sosial, baik secara
langsung (kontak sosial primer), maupun secara tidak langsung (kontak sosial
sekunder), (4) Adanya dimensi waktu (lampau, sekarang, dan akan datang) yang
menentukan sifat hubungan timbal balik yang sedang berlangsung, dan (5) Adanya
tujuan dari masing-masing pelaku
Interaksi antara berbagai segi kehidupan yang sering kita alami dalam
kehidupan sehari-hari itu akan membentuk suatu pola hubungan yang saling
mempengaruhi sehingga akan membentuk suatu sistem sosial dalam masyarakat.
Keadaan inilah yang dinamakan proses sosial. Jadi, proses sosial dapat diartikan
sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama, atau dengan
perkataan lain proses sosial merupakan cara-cara berhubungan dalam kehidupan
masyarakat yang dapat dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok
manusia saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan
tersebut. Maka apabila ada dua orang bertemu, interaksi sosial pun dimulai ketika
mereka saling mengucapkan salam, berjabat tangan, saling berbicara, atau mungkin
terjadi pertengkaran satu sama lain. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan contoh
dari bentuk-bentuk interaksi sosial.
A. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Kalau kita cermati interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
baik itu interaksi yang terjadi di keluarga, di sekolah, di masyarakat sekitar ataupun
25
dimana pun kalian jumpai, akan ditemukan berbagai bentuk interaksi sosial, sejalan
dengan tujuan dari interaksi tersebut.
Para ahli sosiologi mengadakan penggolongan terhadap bentuk-bentuk
interaksi sosial. Menurut mereka, ada dua macam proses sosial yang timbul
sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu: proses sosial asosiatif dan proses
sosial disosiatif
1. Proses sosial asosiatif
Proses sosial asosiatif adalah proses sosial yang mengacu kepada
adanya kesamaan, keserasian dan keseimbangan pandangan atau tindakan
dari orang-perorangan atau kelompok orang dalam melakukan interaksi sosial.
Proses sosial asosiatif mengarah kepada adanya integrasi sosial. Proses sosial
asosiatif dapat berupa kerjasama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
a. Kerjasama
Kerjasama merupakan aktivitas sosial yang melibatkan dua orang
atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama. Beberapa Sosiolog
menganggap bahwa kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang
utama dan banyak dilakukan orang, mengingat atas dasar bahwa segala
macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan pada kerjasama.
Menurut Charles H. Cooley, kerjasama timbul apabila masing-masing
pihak memiliki kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat
bersamaan mereka mempunyai kesadaran untuk bekerjasama dalam
mencapai kepentingan-kepentingan mereka. Interaksi yang berbentuk
kerjasama dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu:
1) Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran (tawar-menawar) barang-barang dan jasa-jasa antara dua orang/ organisasi
atau lebih.
2) Cooptation, suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam
kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi,
sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan
dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
3) Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai
tujuan-tujuan yang sama. Coalition dapat menghasilkan keadaan yang
tidak stabil untuk sementara waktu, mungkin karena dua atau lebih
organisasi tersebut mempunyai struktur yang berbeda satu dengan
yang lainnya. Akan tetapi, karena maksud utamanya adalah untuk
mencapai satu atau beberapa tujuan bersama maka sifatnya adalah
kooperatif.
26
4) Joint Venture, merupakan bentuk kerjasama dalam pengusahaan
proyek-proyek tertentu dengan perjanjian pembagian keuntungan
menurut porsi masing-masing yang disepakati. Misalnya, dalam
pembuatan jalan tol, pengusaha di Indonesia mengadakan kerjasama
dengan pengusaha di Filiphina untuk membangun jalan tol di Filiphina,
dengan perjanjisaan bahwa hasil perolehan atau keuntungan tersebut
akan dibagi antara kedua belah pihak. Biasanya dalam joint venture
tersebut satu pihak mengisi kekurangan-kekurangan pada pihak lain
dan sebaliknya.
b. Akomodasi
Dikotomi makna istilah akomodasi adalah (1) dipergunakan untuk
menunjuk pada suatu keadaan, dan (2) untuk menunjuk pada suatu proses.
Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti suatu kenyataan
akan adanya keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-perorangan dan kelompok-kelompok manusia, sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Sedangkan sebagai suatu proses, maka akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha
untuk mencapai kestabilan.
Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian sosial dalam
interaksi antara individu dan kelompok-kelompok manusia untuk meredakan
pertentangan atau pertikaian. Jadi, akomodasi mengarah pada usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan dan keharmonisan dalam
kehidupannya. Akomodasi sebagai suatu proses, menurut Kimball Young
(dalam Soerjono Soekanto, 2001) dapat memiliki beberapa bentuk, yaitu:
Koersi (Coercion), adalah akomodasi yang dilakukan dengan kekerasan
dan paksaan. Bentuk ini biasanya dilakukan oleh kelompok yang lebih
kuat atau berpengaruh terhadap kelompok yang lemah. Misalnya
perbudakan, dimana interaksi sosialnya didasarkan pada penguasaan
majikan atas budak-budaknya di mana budak dianggap sama sekali
tidak mempunyai hak-hak apapun juga.
Kompromi (Compromise), adalah akomodasi yang dilakukan dengan
cara masing-masing kelompok atau pihak yang berselisih bersedia
mengurangi tuntutannya sehingga terjadi kesepakatan penyelesaian
konflik
27
Arbitrase (arbitrage), adalah akomodasi atau penyelesaian konflik
dengan cara meminta bantuan pihak ketiga yang dipilih oleh kedua
belah pihak atau badan yang kedudukannya lebih tinggi dari pihak-pihak
yang bertikai. Keputusan yang diambil oleh pihak ketiga ini bersifat
mengikat. Contohnya perselihan antara buruh/ karyawan dengan
pemilik perusahaan, kemudian keduanya meminta bantuan Badan
Penyelesaian Perburuhan (BPP) Departemen Tenaga Kerja sebagai
pihak ketiga.
Mediasi (mediation), yaitu penyelesaian konflik dengan jalan meminta
bantuan pihak ketiga yang disepakati bersama oleh pihak-pihak yang
berkonflik. Namun, keputusan yang diambil oleh pihak penengah atau
pihak ketiga ini sifatnya hanyalah sebagai nasehat. Contohnya,
perkelahian antar dua kampung yang berbeda dengan meminta kepala
desa untuk mendamaikan.
Konsiliasi (Conciliation), yaitu proses akomodasi dengan jalan
mempertemukan keinginan-keinginan pihak yang berselisih untuk
dicapai persetujuan atau kesepakatan bersama. Contohnya, wakil
perusahaan, wakil-wakil buruh, wakil-wakil Departemen Tenaga Kerja
dan sebagainya, secara khusus bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan jam kerja, upah buruh, hari-hari libur, dan sebagainya
Toleransi (Tolerance), adalah suatu akomodasi tanpa ada persetujuan
secara formal antara pihak-pihak yang bertikai, namun sudah ada
kesadaran dari tiap pihak. Contohnya, dalam keluarga terjadi pertikaian,
namun karena masing-masing pihak menyadari kesalahannya
pertikaian pun berakhir
Stalemate, merupakan suatu akomodasi, di mana pihak-pihak yang
bertentangan karena memiliki kekuatan yang seimbang, berhenti pada
suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal ini
disebabkan karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada
kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur. Stalemate
tersebut, misalnya terjadi antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet
(Rusia), khususnya di bidang nuklir.
Adjudication, yaitu suatu bentuk akomodasi yang dilakukan melalui
proses di pengadilan. Contohnya, sengketa warisan dimana masing-masing ahli waris ingin mendapatkan harta warisan sebanyak-banyaknya kemudian mereka sepakat diselesaikan di lembaga
28
pengadilan, sehingga apa pun keputusan pengadilan, semua ahli waris
harus rela menerimanya.
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan
pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tersebut
kehilangan kepribadiannya. Menurut Soejono Soekanto, tujuan akomodasi
antara lain:
1) Mengurangi perbedaan paham, pertentangan, permusuhan antara
orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia
2) Mencegah meledaknya suatu pertentangan secara temporer atau
sementara waktu
3) Memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok-kelompok sosial
yang terpisah karena faktor sosial psikologis dan kebudayaan seperti
yang terjadi pada masyarakat berkasta
4) Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang
terpisah tadi, seperti terjadinya perkawinan campuran atau asimilasi
c. Asimilasi
Asimilasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang
ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan
yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia
dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap
dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Dalam pengertian yang berbeda,
khususnya berkaitan dengan interaksi dan benturan-benturan kebudayaan,
asimilasi merupakan percampuran unsur-unsur kebudayaan luar dengan
kebudayaan lokal menjadi unsur kebudayaan baru yang berbeda.
Proses asimilasi tersebut dapat digambarkan seperti bagan berikut ini
Keterangan:
Kebudayaan A dan kebudayaan bertemu dalam masyarakat, sehingga
menghasilkan suatu kebudayaan baru
Menurut Koentjaraningrat, proses asimilasi timbul apabila ada ha-hal sebagai berikut:
Kebudayaan A Kebudayaan B
29
1) Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya
2) Orang-perorangan sebagai warga kelompok-kelompok tadi saling
bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama
3) Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut
masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri
Proses asimilasi bisa terjadi bila ada hal-hal yang mendukung, serta
akan sulit bila ada faktor-faktor yang menghambat. Berikut ini adalah faktor-faktor yang mendukung dan menghambat proses asimilasi
Faktor Pendorong dan Penghambat Proses Sosialisasi
No. Faktor yang mendukung Faktor yang menghambat
1. Adanya toleransi antar kebudayaan
yang berbeda
Letak geografis yang terisolasi
(tertutup)
2. Adanya kesempatan yang sama
dalam bidang ekonomi
Rendahnya pengetahuan tentang
kebudayaan lain
3. Adanya sikap menghargai terhadap
orang asing dan kebudayaannya
Adanya ketakutan yang berlebihan
terhadap kebudayaan lain
4. Adanya sikap terbuka dari golongan
berkuasa
Adanya sikap superior yang menilai
tinggi kebudayaannya sendiri
5. Adanya kesamaan dalam unsur
kebudayaan kedua belah pihak
Adanya perbedaan ciri-ciri ras yang
mencolok
6. Terjadinya perkawinan campuran Adanya perasaan ingroup yang kuat
7. Adanya musuh bersama dari luar Adanya perbedaan kepentingan
Sumber: Pengantar Ilmu Antropologi (Koentjaraningrat)
d. Akulturasi
Akulturasi berbeda dengan asimilasi yang menyebabkan munculnya
budaya baru sebagai akibat dari bercampurnya dua budaya yang berbeda,
dalam proses akulturasi tidak demikian. Akulturasi merupakan proses sosial
yang timbul apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur budaya asing,
sehingga lambat laun unsur-unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah
ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian
dari kebudayaan itu sendiri. Proses akulturasi tersebut dapat digambarkan
seperti bagan berikut ini
Keterangan:
Unsur-unsur kebudayaan dari masing-masing kebudayaan yang berbeda saling
bercampur satu sama lain sebagai akibat dari pergaulan atau interaksi yang intensif
dalam waktu yang lama, namun tidak menyebabkan munculnya budaya baru
30
2. Proses sosial disosiatif
Proses disosiatif adalah proses sosial yang mengarah ke bentuk-bentuk pertentangan atau konflik. Proses sosial disosiatif ini dapat berupa
persaingan, kontravensi, pertentangan atau konflik.
a. Persaingan (competition)
Persaingan dapat diartikan sebagai proses sosial yang ditandai
adanya saling berlomba atau bersaing antarkelompok atau antarindividu
untuk mengejar suatu nilai tertentu agar lebih maju, lebih baik, dan lebih
atau kuat. Persaingan memiliki dua sifat, yaitu:
1) Personal competition merupakan persaingan antarindividu atau
perorangan yang terjadi secara langsung, seperti: perebutan kursi oleh
para anggota dalam suatu organisasi untuk menduduki suatu jabatan
tertentu. Tipe persaingan seperti ini disebut rivalry.
2) Impersonal competition merupakan persaingan antarkelompok,
contohnya: persaingan partai-partai politik dalam memenangkan suara
pada pemilihan umum.
Persaingan dalam batas-batas tertentu memiliki beberapa fungsi. Menurut
Gillin dan Gillin, fungsi-fungsi persaingan tersebut, yaitu:
1) Sebagai penyalur keinginan-keinginan dari orang-perorangan atau
kelompok-kelompok yang bersifat kompetisi. Misalnya, ada orang-orang
atau kelompok-kelompok yang senang bersaing atau berlomba, maka
dengan adanya kompetisi keinginan-keinginan mereka dapat
tersalurkan
2) Sebagai jalan agar nilai-nilai dan sesuatu yang terbatas serta
diperebutkan banyak orang bisa diperebutkan secara baik
3) Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar jenis kelamin dan
seleksi sosial
4) Sebagai alat untuk menyaring warga dalam mengerjakan tugas-tugas
sehingga terjadi pembagian tugas (the devision of labour)
Dalam persaingan yang teratur biasanya ada aturan main (rule of the
game) yang jelas. Aturan main itu harus disepakati dan ditaati bersama,
seperti dalam pertandingan olahraga dan pemilu.
b. Kontravensi (contravention)
Kontravensi adalah proses sosial yang terutama ditandai oleh
gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu
rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian atau
31
keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Kontravensi dapat
diartikan juga sebagai suatu sikap mental yg tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu.
Sikap yang tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi suatu kebencian,
akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.
Kontravensi dapat mengacu kepada suatu pandangan, gagasan,
ajaran, kepercayaan, rencana, atau kebijakan yang datang dari seseorang
atau kelompok. Misalnya, Kepala Sekolah mengambil kebijakan untuk
menaikkan sumbangan BP3 di sekolah, kemudian sekelompok siswa
tertentu tidak setuju dengan kebijakan tersebut, yang selanjutnya
berkembang menjadi tidak senang dan benci. Sedangkan perasaan tidak
senang dan benci tersebut masih disembunyikan, tidak ditampakkan
kepada Kepala Sekolah. Sikap mental sekelompok siswa tersebut
termasuk suatu kontravensi.
Proses kontravensi menurut Leopold Von Wiese dan Howard
Becker, mencakup lima sub-proses, yaitu:
1) Proses yang umum dari kontravensi meliputi perbuatan-perbuatan
seperti penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi protes, gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan
perbuatan mengacaukan rencana pihak lain
2) Bentuk-bentuk dari kontravensi yang sederhana seperti menyangkal
pertanyaan orang lain di muka umum, memaki-maki orang lain, melalui
surat-surat selebaran, mencerca, memfitnah, dan sebagainya
3) Bentuk-bentuk kontravensi yang intensif yang mencakup penghasutan,
menyebarkan desas-desus, mengecewakan pihak-pihak lain, dan
sebagainya
4) Kontravensi yang bersifat rahasia, seperti mengumumkan rahasia pihak
lain, perbuatan berkhianat, dan sebagainya
5) Kontravensi yang bersifat taktis, misalnya: mengejutkan lawan,
mengganggu atau membingungkan pihak lain
Kontravensi lebih bersifat tertutup atau rahasia, apabila
dibandingkan dengan persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Perang
dingin (cold war) adalah contoh bentuk kontravensi, karena tujuannya
adalah untuk membuat lawan tidak tenang, diliputi rasa curiga, dan penuh
rahasia. Dalam hal ini, lawan tidak diserang secara fisik, akan tetapi secara
psikologis karena itu juga sering disebut psychological warfare atau perang
urat saraf.
32
c. Pertentangan atau pertikaian (conflict)
Pertentangan atau pertikaian (conflict) adalah suatu proses sosial
yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang yang berusaha mencapai
tujuannya, biasanya dengan cara menantang pihak lawan dengan disertai
kekerasan atau ancaman.
Terjadinya pertentangan biasanya karena tajamnya perbedaan-perbedaan seperti perbedaan badaniyah, emosi, unsur-unsur kebudayaan,
pola-pola kelakuan, dan sebagainya dengan pihak lain. Perasaan
memegang peranan yang penting dalam mempertajam perbedaan-perbedaan tersebut, sehingga masing-masing pihak berusaha untuk saling
menghancurkan. Perasaan tersebut biasanya merupakan amarah dan rasa
benci yang menyebabkan dorongan-dorongan untuk melukai atau
menyerang pihak lain, atau untuk menekan dan menghancurkan orang-perorangan atau kelompok manusia yang menjadi lawan. Secara rinci,
faktor-faktor yang menjadi sebab pertikaian atau pertentangan antara lain:
1) Perbedaan antar orang-perorangan; seperti perbedaan pendirian,
ideologi, kepentingan, dan lain-lain
2) Perbedaan kebudayaan; misalnya pertentangan yang terjadi antara
suku yang satu dengan suku yang lain, yang masing-masing memiliki
budaya berbeda
3) Bentrokan kepentingan; misalnya bentrokan kepentingan antara direktur
dan staf bawahannya, di satu sisi staf bawahannya perlu honor yang
layak, sedangkan di sisi lain direktur mengalami krisis keuangan untuk
mengembangkan usahanya
4) Perubahan-perubahan sosial; perubahan sosial yang terlalu cepat juga
bisa menimbulkan goncangan dalam sendi-sendi kehidupan
masyarakat, baik yang menyangkut tatanan strukturnya maupun tatanan
nilai dan norma. Goncangan-goncangan tersebut pada akhirnya juga
bisa mendorong terjadinya pertikaian antargolongan. Misalnya,
pertikaian antara kelompok yang pro reformasi dengan kelompok yang
prostatus quo ketika terjadi perubahan di Indonesia
B. Syarat-syarat Interaksi Sosial
Interaksi sosial tidak terjadi begitu saja, tetapi ada syarat-syarat tertentu
supaya interaksi sosial berlangsung. Syarat-syarat tersebut adalah adanya kontak
sosial dan komunikasi.
33
1. Kontak Sosial
Kontak sosial adalah hubungan sosial antara individu satu dengan
individu lain yang bersifat langsung, seperti dengan sentuhan, percakapan,
maupun tatap muka. Namun, pada era modern seperti sekarang ini kontak
sosial bisa terjadi secara tidak langsung. Misalnya, orang-orang dapat
berhubungan antara satu sama lain melalui telpon, telegrap, radio, surat, dan
sebagainya. Perangkat-perangkat teknologi tersebut tidak memerlukan
adanya hubungan fisik untuk mewujudkan suatu interaksi sosial, sehingga
dapat dikatakan bahwa hubugan fisik tidak perlu menjadi syarat utama
terjadinya kontak sosial.
Soerjono Soekanto, membagi kontak sosial dalam dua bentuk, yaitu:
a. Kontak sosial primer
Merupakan kontak sosial yang terjadi secara langsung. Misalnya:
langsung bertatap muka (face to face), saling bertegur sapa, berjabat
tangan, saling memeluk, saling tersenyum, dan lain-lain.
b. Kontak sosial sekunder
Merupakan kontak sosial yang terjadi secara tidak langsung. Contohnya:
Andi meminta kepada Dio agar mau membujuk Budi untuk datang ke
rumah Andi; atau Inda bercerita kepada Susi bahwa Dani sangat kagum
atas prestasi Susi dalam lomba menari.
Apabila dilihat dari para pelakunya, kontak sosial dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
a. Kontak sosial antar individu dengan individu
Contoh: seorang anak yang mempelajari kebiasaan-kebiasaan dalam
keluarganya. Ia melakukan kontak dengan anggota-anggota keluarganya
seperti ayah, ibu, kakak, dan sebagainya. Proses pembelajaran ini biasa
disebut dengan sosialisasi.
b. Kontak sosial antar individu dengan kelompok
Seorang Lurah melakukan kontak dengan anggota-anggotanya dalam
suatu rapat. Atau sebaliknya, pihak Kelurahan melakukan kontak dengan
setiap anggota masyarakat ketika mengurus pembuatan KTP (Kartu
Tanda Penduduk)
c. Kontak sosial antar kelompok dengan kelompok
Contoh: pertemuan OSIS antar sekolah, pertandingan sepak bola antar
sekolah, dan lainnya
34
2. Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian sesuatu hal atau pesan dari
seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara langsung maupun melalui
alat bantu agar orang lain memberikan tanggapan atau tindakan tertentu.
Orang yang memberi pesan disebut komunikator, isi komunikasi atau berita
yang disampaikan disebut pesan (message), sedangkan orang yang menerima
pesan disebut komunikan.
Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam
penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Suatu senyum, misalnya dapat
ditafsirkan sebagai suatu keramah-tamahan, sikap bersahabat atau bahkan
sebagai sikap sinis dn sikap ingin menunjukkan suatu kemenangan. Suatu
lirikan mata, misalnya dapat ditafsirkan sebagai suatu tanda bahwa orang yang
bersangkutan merasa kurang senang atau bahkan sedang marah. Dengan
demikian, komunikasi memungkinkan kerjasama antara orang-perorangan dan
antara kelompok-kelompok manusia, atau justru mengakibatkan terjadi
kesalahpahaman karena masing-masing pihak tidak mau mengalah.
Komunikasi mana yang termasuk dalam interaksi sosial? Kalau kita
cermati, tidak semua komunikasi dapat menyebabkan terjadinya interaksi
sosial, karena komunikasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Komunikasi searah (one way communication)
yaitu komunikasi di mana komunikan hanya sebagai obyek penerima pesan
saja, tidak dapat menjadi komunikator. Hubungan hanya bersifat searah
saja, tidak ada timbal balik. Misalnya, komunikasi lewat radio, televisi, atau
lewat media massa cetak (koran, majalah, dan lain-lain).
b. Komunikasi dua arah (two way communication)
yaitu komunikasi yang terjadi secara timbal-balik antara komunikator
dengan komunikan. Suatu saat tertentu komunikator menjadi komunikan,
dan saat lainnya komunikan menjadi komunikator. Jadi ada hubungan
timbal-balik antara keduanya. Misalnya, proses interaksi belajar mengajar di
kelas antara guru dan siswa, di mana ada saat siswa bertanya dan guru
menjelaskan, atau sebaliknya.
Yang termasuk kategori interaksi sosial adalah komunikasi yang dua
arah. Hal ini sesuai dengan batasan dari interaksi sosial yang menyatakan
bahwa interaksi sosial merupakan proses hubungan timbal balik antara individu
dengan individu, antara individu dengan kelompok dan antara kelompok
dengan kelompok untuk mencapai suatu tujuan. Namun, ada kalanya
komunikasi satu arah dapat menjadi jembatan untuk menciptakan interaksi
35
sosial. Contoh: dua orang yang berkenalan lewat internet (chatting) lama-kelamaan menjadi akrab, akhirnya bertemu dan menjadi teman akrab.
C. Sumber-sumber Interaksi Sosial
Interaksi sosial walaupun bentuknya tampak sederhana, ternyata
merupakan proses yang kompleks, yang tidak dapat dilepaskan dari faktor-faktor yang menjadi sumber proses sosial tersebut, antara lain: imitasi, sugesti,
identifikasi, dan simpati. Sumber-sumber tersebut dapat mendorong seseorang
untuk berinteraksi dengan orang lain.
1. Imitasi
Imitasi merupakan tindakan seseorang untuk meniru orang lain, baik
melalui sikap, penampilan, maupun gaya hidupnya, bahkan apa saja dimiliki
oleh orang lain tersebut. Imitasi terjadi pertama kali dalam proses sosialisasi
keluarga, karena dalam keluarga seorang individu atau anak mulai meniru
kebiasaan-kebiasan yang berlaku dalam keluarganya, seperti cara berpakaian,
cara berbicara, adat isitiadat, kebudayaan, dan sebagainya. Seiring dengan
bertambahnya usia individu tersebut, proses imitasi ini akan terus berkembang
sampai ke lingkungan tetangga, teman sepermainan, hingga lingkungan
masyarakat lainnya.
Imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses sosial.
Peranan penting imitasi itu antara lain mampu mendorong seseorang untuk
mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun, imitasi mungkin
pula mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif, karena seseorang atau
sekelompok individu mengimitasi tindakan-tindakan yang menyimpang. Selain
itu, imitasi juga dapat melemahkan atau bahkan mematikan perkembangan
daya kreasi seseorang.
Saat ini proses imitasi semakin cepat berkembang terutama di kalangan
usia muda, karena berkembangnya teknologi komunikasi seperti televisi, film,
internet, dan sebagainya. Menurut Gabriel Tarde (dalam Soerjono Soekanto,
2000), sebelum seseorang mengimitasi suatu hal, terlebih dahulu haruslah
terpenuhinya beberapa syarat, yaitu:
a. Minat dan perhatian yang cukup besar akan hal tersebut
b. Sikap menjunjung tinggi atau mengagumi hal-hal yang diminati
c. Dapat juga orang-orang mengimitasi suatu pandangan atau tingkah laku,
karena hal itu mempunyai penghargaan sosial yang tinggi. Jadi, seseorang
mungkin mengimitasi sesuatu karena ia ingin memperoleh penghargaan
sosial di dalam lingkungannya
36
2. Sugesti
Sugesti adalah cara pemberian suatu pandangan atau pengaruh oleh
seseorang kepada orang lain dengan cara tertentu, sehingga orang tersebut
mau mengikuti pandangan atau pengaruh tersebut tanpa berpikir panjang. Oleh
karena sugesti merupakan anjuran yang bersifat menggugah emosi spontan
seseorang tanpa berpikir panjang, maka keberhasilan sugesti ditentukan oleh
hal-hal sebagai berikut:
a. Orang yang memberikan sugesti lebih berwibawa. Wibawa bisa disebabkan
umurnya lebih tua, lebih berpendidikan, lebih berkuasa, dan lain-lain.
b. Pandangan yang diberikan lebih berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan si
penerima sugesti
c. Lebih berhasil bila kondisi si penerima sugesti dalam keadaan emosinya
tidak stabil. Sebaliknya orang yang emosinya stabil akan susah untuk diberi
sugesti.
Contoh pemberian sugesti adalah maraknya iklan di televisi untuk
menggunakan produk tertentu, pidato dalam kampanye partai politik, ajakan
seorang teman untuk memakai narkotika, dan lainnya.
Menurut Soerjono Soekanto, ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan seseorang terkena sugesti, yaitu: (a) Sugesti karena hambatan
berpikir, (b) Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah, (c) Sugesti karena
otoritas, (d) Sugesti karena mayoritas, dan (e) Sugesti karena “will to believe”.
3. Identifikasi
Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderungan atau
keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak
lain. Identifikasi ini sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena
kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.
Kesadaran akan nilai dan norma-norma itu dapat diperoleh anak melalui
identifikasi dengan orang tuanya, biasanya anak lelaki mengidentifikasi
ayahnya dan anak perempuan mengidentifikasi ibunya. Identifikasi itu berarti
kecenderungan atau keinginan dalam diri anak untuk menjadi sama seperti
ayahnya atau sama seperti ibunya. Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi
anak itu dan tidak hanya merupakan kecenderungan untuk menjadi seperti
ayah atau ibu secara lahiriah saja, tetapi juga secara batin. Artinya anak itu
secara tidak sadar mengidentifikasi sikap-sikap orang tuanya yang dapat ia
mengerti mengenai norma-norma dan pedoman-pedoman tingkah lakunya
sejauh kemampuan yang ada pada anak itu. Dalam proses identifikasi, seluruh
sistem norma, sikap, tingkah laku orang tuanya sedapat mungkin dijadikan
norma-norma, cita-cita, dan sebagainya.
Proses identifikasi dapat berlangsung
a. dengan sendirinya atau secara tidak sadar, misalnya: anak yang sewaktu
kecil cenderung mengidentifikasi ayahnya
b. dengan disengaja atau rasional, artinya identifikasi terjadi berdasarkan
perasaan-perasaan atau kecenderungan-kecenderungan dirinya yang tidak
diperhitungkan secara rasional, misalnya: anak perempuan yang
mengidentifikasi sikap dan perilaku artis Madona yang terkenal. Namun, dia
tidak berpikir bahwa rasional dalam mengidentifikasi artis tersebut, bahwa
pakaian dan berperilaku seperti Madona kurang sesuai dengan budaya
bangsa Indonesia
c. dengan melihat kegunaannya untuk melengkapi sistem norma, cita-cita dan
pedoman tingkah laku orang yang mengidentifikasi itu, misalnya: seorang
siswa yang mengidentifikasi guru idealnya dalam bertingkah laku di
masyarakat.
Hal-hal tersebut dilakukan karena seringkali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses kehidupannya.
4. Simpati
Simpati merupakan suatu proses kejiwaan bila seorang individu merasa
tertarik pada seseorang atau sekelompok orang karena sikap, penampilan,
wibawa, atau perbuatannya yang sedemikian rupa. Di dalam proses ini
perasaan seseorang memegang peranan yang sangat penting, walaupun
dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain
dan untuk bekerjasama dengannya. Inilah perbedaan utamanya bila
dibandingkan dengan identifikasi. Identifikasi lebih didorong oleh suatu
keinginan untuk belajar dari pihakm lain yang dianggap kedudukannya lebih
tinggi dan harus dihormati, karena mempunyai kelebihan-kelebihan atau
kemampuan-kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh. Proses simpati
dapat berkembang jika berada dalam keadaan saling pengertian. Contoh:
seorang pengusaha yang melihat seorang anak yang pandai dan rajin, tetapi
sangat miskin yang hidup di suatu desa tertinggal. Tiba-tiba pengusaha
tersebut merasa iba dan tertarik, lalu mengangkat anak itu menjadi anak
asuhnya.
Simpati dapat bersifat searah dan dapat bersifat timbal balik (dua arah).
Simpati searah, misalnya Alex simpati sekali dengan Andre Agasi yang
permainan tenisnya baik sekali, namun Andre Agasi tidak mengerti kalai Alex
merupakan simpatisannya. Simpati timbal balik akan menghasilkan suatu
hubungan kerjasama, misalnya Don King bersimpati kepada si leher beton
Mike Tyson sebagai petinju dunia sejati, demikian pula sebaliknya, Mike Tyson
bersimpati kepada Don King sebagai promoter tinju yang hebat. Hasil dari
saling simpati tersebut lama-kelamaan akan menciptakan kerjasama yang baik
dan saling menguntungkan.
===================================
SOAL-SOAL LATIHAN
1. Faktor terbentuknya interaksi sosial didasari oleh adanya...............
a. Kerjasama dan kompetisi c. Kontak dan kerjasama
b. Akulturasi dan asimilasi d. Kontak dan konsolidasi
2. Berikut ini merupakan contoh dari interaksi sosial dalam masyarakat, kecuali ……..
a. Kakak bernyanyi di depan adik
b. Bapak membaca koran
c. Ibu membaca cerita di depan anak-anaknya
d. Kakek menyiarkan ceramah di masjid
3. Tindakan sosial yang dilakukan oleh beberapa partai politik dalam memecahkan
permasalahan bangsa antara lain melalui kompromi politik. Berdasarkan contoh
tindakan sosial tersebut, bentuk interaksi sosial yang tepat adalah …………
a. Kompetisi c. Akomodasi
b. Asimilasi d. Konflik
4. Sikap akomodasi diperlukan bagi masyarakat majemuk karena ……….
a. Mudah mempersatukan unsure-unsur yang heterogen dalam masyarakat
b. Alat kontrol sosial yang efektif dan sanksinya tegas
c. Wadah untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang bersifat vertikal/
hierarkis
d. Dapat beradaptasi secara langsung dalam kehidupan sehari-hari
5. Salah satu faktor yang mempengaruhi interaksi sosial adl sugesti, yang berarti .......
a. Meniru perbuatan pihak lain dengan berbagai perubahan
b. Melakukan perbuatan sama seperti yang dilakukan pihak lain
c. Mengikuti pihak lain tanpa menggunakan alasan rasional
d. Merasakan seperti apa yang dirasakan oleh pihak lain
BAB III
INTISARI
Struktur sosial adalah jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu
antara lain kelompok-kelompok sosial, lembaga atau institusi sosial, kaidah-kaidah
atau norma-norma sosial, dan lapisan-lapisan atau stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial
selalu terdapat dalam kehidupan masyarakat karena dalam kehidupan masyarakat
terdapat sesuatu yang berharga yang jumlahnya terbatas dan berfungsi untuk
memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup manusia. Penerimaan akan sesuatu
yang berharga ini oleh masing-masing individu tidaklah sama, karena dalam
mendapatkannya diperlukan suatu perjuangan dan usaha. Selama dalam masyarakat
terdapat sesuatu yang berharga, maka selama itu pula akan terdapat pelapisan sosial
(stratifikasi sosial)
Diferensiasi sosial merupakan pembagian-pembagian masyarakat atau
penggolongan warga masyarakat atas dasar perbedaan-perbedaan tertentu, seperti
perbedaan dalam ras, suku bangsa, agama, bahasa, jenis kelamin, klan, profesi,
budaya, dan sebagainya. Apabila dalam stratifikasi sosial penggolongan masyarakat
didasarkan pada tinggi rendahnya status sosial atau kedudukan warga masyarakatnya
secara hierarkis dan vertikal dari atas ke bawah; maka dalam diferensiasi sosial
penggolongan masyarakat tidak dilihat dari faktor tinggi rendah, tapi berdasarkan
perbedaan-perbedaan tertentu (kemajemukannya) secara horizontal (mendatar)
Proses sosial merupakan suatu pola hubungan atau cara-cara berhubungan
dalam kehidupan masyarakat yang dapat kita lihat saat orang-perorangan dan
kelompok manusia saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk dari hubungan
yang dilakukan tersebut. Interaksi sosial merupakan dasar dari proses sosial, karena
interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, tanpa adanya interaksi
tidak akan ada kehidupan bersama. Kehidupan bersama ini pun akan terjadi apabila
orang-perorangan atau kelompok manusia itu saling bekerja sama, saling berbicara,
dan sebagainya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan,
pertikaian, dan lain sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. Sosiologi: Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara. 2002.
Horton, Paul B dan Hunt, Chester L. Sosiologi Jilid I. Jakarta: Erlangga. 1999.
. Sosiologi Jilid II. Jakarta Erlangga. 1999.
Koentjaraningrat. Ilmu Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. 2002.
. Pengantar Antropologi: Pokok-Pokok Etnografi II.
Jakarta: Rineka Cipta. 2003.
M. Nata Saputra. Pengantar Sosiologi. Yogyakarta: Multi Aksara. 1983.
Rahardjo. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: UGM Press. 2004.
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Grafindo Persada. 2006.
Soleman B. Taneko. Struktur dan Proses Sosial: Suatu Pengantar Sosiologi
Pembangunan. Jakarta: Rajawali. 1984.
STRUKTUR SOSIAL
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Menurut August Comte sosiologi mengkaji mengkaji masyarakat dari sisi social statics (statika social atau struktur social) dan social dynamics (dinamika social atau perubahan social). Comte berpendapat bahwa setiap masyarakat memiliki dua system kehidupan yang berbeda sebagaimana yang dipelajari oleh sosiologi itu. Walaupun memiliki sisi yang berbeda, keduanya menjadi system yang tak terpisahkan dari sebuah masyarakat secara umum.
Social statics meliputi struktur social masyarakat berupa kelompok dan lembaga-lembaga sosial, lapisan serta kekuasaan, sedangkan sosial dinamics adalah fungsi-fungsi masyarakat yang terlibat dalam proses social, perubahan social, atau bentuk abstrak interaksi social.
Suatu sistem sosial tidak hanya berupa kumpulan individu tetapi juga berupa hubungan-hubungan sosial dan sosialisasi yang membentuk nilai-nilai dan adat istiadat sehingga terjalin kesatuan hidup bersama yang teratur dan berkesinambungan.
Struktur sosial adalah cara bagaimana suatu masyarakat terorganisasi dalam hubungan-hubungan yang dapat diprediksikan melalui pola perilaku berulang antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Struktur sosial dapat diartikan sebagai jalinan antara struktur-struktur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah / norma-norma sosial, lembaga-lembaga sosial dan lapisan-lapisan sosial.
BAB II
STRUKTUR SOSIAL
A. Definisi Struktur Sosial
Secara harfiah, struktur bisa diartikan sebagai susunan atau bentuk. Struktur tidak harus dalam bentuk fisik, ada pula struktur yang berkaitan dengan sosial. Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Susunannya bisa vertikal atau horizontal.
Para ahli sosiologi merumuskan definisi struktur sosial sebagai berikut:
• George Simmel: struktur sosial adalah kumpulan individu serta pola perilakunya.
• George C. Homans: struktur sosial merupakan hal yang memiliki hubungan erat dengan perilaku sosial dasar dalam kehidupan sehari-hari.
• William Kornblum: struktur sosial adalah susunan yang dapat terjadi karena adanya pengulangan pola perilaku undividu.
• Soerjono Soekanto: struktur sosial adalah hubungan timbal balik antara posisi-posisi dan peranan-peranan sosial.
B. Ciri-ciri Struktur Sosial
1. Muncul pada kelompok masyarakat
Struktur sosial hanya bisa muncul pada individu-individu yang memiliki status dan peran. Status dan peranan masing-masing individu hanya bisa terbaca ketika mereka berada dalam suatu sebuah kelompok atau masyarakat.
Pada setiap sistem sosial terdapat macam-macam status dan peran indvidu. Status yang berbeda-beda itu merupakan pencerminan hak dan kewajiban yang berbeda pula.
2. Berkaitan erat dengan kebudayaan
Kelompok masyarakat lama kelamaan akan membentuk suatu kebudayaan. Setiap kebudayaan memiliki struktur sosialnya sendiri. Indonesia mempunyai banyak daerah dengan kebudayaan yang beraneka ragam. Hal ini menyebabkan beraneka ragam struktur sosial yang tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Hal-hal yang memengaruhi struktur sosial masyarakat Indonesia adalah sbb:
a. Keadaan geografis
Kondisi geografis terdiri dari pulau-pulau yang terpisah. Masyarakatnya kemudian mengembangkan bahasa, perilaku, dan ikatan-ikatan kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
b. Mata pencaharian
Masyarakat Indonesia memiliki mata pencaharian yang beragam, antara lain sebagai petani, nelayan, ataupun sektor industri.
c. Pembangunan
Pembangunan dapat memengaruhi struktur sosial masyarakat Indonesia. Misalnya pembangunan yang tidak merata antra daerah dapat menciptakan kelompok masyarakat kaya dan miskin.
3. Dapat berubah dan berkembang
Masyarakat tidak statis karena terdiri dari kumpulan individu. Mereka bisa berubah dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Karenanya, struktur yang dibentuk oleh mereka pun bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
C. Fungsi Struktur Sosial
1. Fungsi Identitas
Struktur sosial berfungsi sebagai penegas identitas yang dimiliki oleh sebuah kelompok. Kelompok yang anggotanya memiliki kesamaan dalam latar belakang ras, sosial, dan budaya akan mengembangkan struktur sosialnya sendiri sebagai pembeda dari kelompok lainnya.
2. Fungsi Kontrol
Dalam kehidupan bermasyarakat, selalu muncul kecenderungan dalam diri individu untuk melanggar norma, nilai, atau peraturan lain yang berlaku dalam masyarakat. Bila individu tadi mengingat peranan dan status yang dimilikinya dalam struktur sosial, kemungkinan individu tersebut akan mengurungkan niatnya melanggar aturan. Pelanggaran aturan akan berpotensi menibulkan konsekuensi yang pahit.
3. Fungsi Pembelajaran
Individu belajar dari struktur sosial yang ada dalam masyarakatnya. Hal ini dimungkinkan mengingat masyarakat merupakan salah satu tempat berinteraksi. Banyak hal yang bisa dipelajari dari sebuah struktur sosial masyarakat, mulai dari sikap, kebiasaan, kepercayaan dan kedisplinan.
D. Bentuk Struktur Sosial
Bentuk struktur sosial terdiri dari stratifikasi sosial dan diferensiasi sosial. Masing-masing punya ciri tersendiri.
1.kelompok Sosial
kehidupan kelompok adalah sebuah naluri manusia sejak ia dilahirkan. Naluri ini yang mendorongnya untuk selalu menyatukan hidupnya dengan orang lain dalam kelompok. Naluri itu juga yang mendorong manusia untuk menyatukan dirinya dengan dalam kelompok yang lebih besar dalam kehidupan manusia lain di sekelilingnya bahkan mendorong manusia menyatu dengan alam fisiknya. Untuk memenuhi naluri ini, maka setiap manusia saat melakukan proses keterlibatannya engan orang dan lingkungannya, proses ini dinamakan adaptasi. Adaptasi dengan kedua lingkungan tadi; manusia lain dan alam sekitarnya itu, melahirkan struktur sosial baru yang disebut dengan kelompok social.
Kelompok social adalah kehdupan bersama manusia dalam himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang umumnya secara fisik relative kecil yang hidup secara guyub. Ada juga beberapa kelompok social yang dibentuk secara formal dan memiliki aturan-aturan yang jelas. Berdasarkan struktur kelompok dan proses sosialnya, maka kelompok social dapat dibagi menjadi beberapa karakter yang penting. Ada empat kelompok social yang dapat dibagi berdasarkan struktur masing-masing kelompok.
a. Kelompok Formal-sekunder. Adalah kelompok sosial yang umumnya bersifat sekunder, formal, memiliki aturan dan struktur yang tegas, serta dibentuk berdasarkan tujuan-tujuan yang jelas pula. Kelompok ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Adanya kesadaran anggota bahwa ia adalah bagian dari kelompok yang bersangkutan.
b) Setiap anggota memiliki hubungan timbal balik dengan anggota lainnya dan bersedia melakukan hubungan-hubungan fungsional diantara mereka.
c) Setiap anggota kelompok menyadari memiliki faktor-faktor kebersamaan diantara mereka, di mana kebersamaan ini mendorong kohesifitas kelompok itu sendiri. Faktor-faktor itu umpamanya kepentingan bersama, nasib yang sama, tujuan yang sama, ideologi yang sama, primordialisme, memiliki ancaman yang sama, termasuk uga memiliki harapan-harapan yang sama.
d) Kelompok sosial ini memiliki struktur yang jelas dan tegas, termasuk juga prosedur suksesi dan kaderisasi.
e) Memiliki aturan formal yang mengikat setiap anggota kelompok dalam struktur yang ada termasuk juga mengatur mekanisme struktur dan sebagainya.
f) Anggota dalam kelompok formal-sekunder memiliki pola dan pedoman perilaku sebagaimana diatur oleh kelompok secara umum.
g) Kelompok sosial ini memiliki sistem kerja yang berpola, berstruktur, dan berproses dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok.
h) Kelompok sosial formal-sekunder memiliki kekuatan mempertahankan diri, mengubah diri (adaptasi), rehabilitasi diri, serta kemampuan menyerang kelompok lain.
i) Kelompok sosial formal-sekunder memiliki masa (umur) hidup yang dikendalikan oleh faktor-faktor internal dan eksternal.
b. Kelompok Formal-Primer. Adalah kelompok sosial yang umumnya bersifat formal namun keberadaannya bersifat primer. Kelompok ini tidak memiliki aturan yang jelas, walaupun tidak dijalankan secara tegas. Begitu juga kelompok sosial ini memiliki struktur yang tegas walaupun fungsi-fungsi struktur ini diimplementasikan secara guyub. Terbentuknya kelompok ini didasarkan oleh tujuan-tujuan yang jelas ataupun tujuan yang abstrak. Contoh dari kelompok formal primer adalah keluarga inti, kelompok kekerabatan dan kelompok-kelompok primordial.
c. Kelompok Informal-Sekunder. Adalah kelompok sosial yang umumnya informal namun keberadaannya bersifat sekunder. Kelompok ini bersifat tidak mengikat, tidak memiliki aturan dan struktur yang tegas serta dibentuk berdasarkan sesaat dan tidak mengikat bahkan bisa terbentuk walaupun memiliki tujuan-tujuan yang kurang jelas. Contoh kelompok ini adalah klik, kelompok persahabatan, kelompok anak muda (geng), kelompok percintaan (pacaran), dan semacamnya.
d. Kelompok Informal-Primer. Adalah kelompok sosial yang terjadi akibat meleburnya sifat-sifat kelompok sosial formal-primer atau disebabkan karena pembentukan sifat-sifat di luar kelompok formal-primer yang tidak dapat ditampung oleh kelompok formal-primer. Kelompok ini juga merupakan bentuk lain dari kelompok informal-sekunder terutama menonjol di hubungan-hubungan mereka yang sangat pribadi dan mendalam.
Ilustrasi dari kelompok ini adalah sebagi berikut, suatu saat seorang polisi dari Surabaya yang baru lulus sekolah polisi di Sukabumi dikirim bertugas di suatu daerah transmigran di Lampung. Di sana ia bertugas bersama polisi lainnya yang juga baru lulus sekolah polisi di Porong, Jawa Timur. Bersama polisi-polisi lainnya mereka bertugas di tempat tugas yang baru itu. Hubungan-hubungan sosial yang mereka bangun begitu mendasar, penuh dengan persaudaraaan, dan bahkan dalam pernyataan-pernyataan mereka saling katakan bahwa mereka adalah saudara, bahkan melebihi saudara. Dalam kenyataannnya juga demikian hubungan sosial di antara anggota keluarga (istri dan anak-anak) meraka sangat akrab dan intensif berhubungan satu dengan lainnya. Bahkan mereka saling bergantian menjadi wali dari anak-anak mereka yang menikah dan sebagainya. Hubungan-hubungan sosial macam ini terus berjalan sehingga anak-anak mereka menjadi saudara sesusuan keluarga lainnya. Mereka telah menjadi keluarga informal dan menjalani kehidupan kelompok macam itu sebagaimana kehidupan sosial keluarga lainnya.
Selain empat tipe kelompok sosial di atas, tipe lain dari kelompok sosial dapat pula didasarkan atas jumlah (besar kecilnya jumlah anggota), wilayah (desa, kota, negara), kepentingan (tetap atau permanen atau sementara), derajat interaksi (erat atau kurang eratnya hubungan) atau kombinasi dari ukuran yang ada. Pada umumnya kelompok sosial di atas adalah kelompok sosial yang teratur, artinya mudah diamati dan memiliki struktur yang relatif jelas. Ada pula kelompok sosial yang tidak teratur, artinya sulit diamati strukturnya dan sifatnya sementara seperti kerumunan dan publik. Kerumunan (crowd) merupakan kelompok manusia yang terbentuk secara kebetulan, tiba-tiba (suddenly) dalam suatu tempat dan waktu yang sama karena kebetulan memiliki pusat perhatian yang sama. Pada kerumunan, umumnya tidak ada interaksi sosial di antara orang-orang, begitu juga di antara mereka tidak ada ikatan sosial yang mendalam walaupun mungkin memiliki perasaan yang sama dengan orang lain yang berada di tempat yang sama itu.
Sebagaimana kenyataannya, bahwa manusia pada awalnya lahir dalam kelompok formal-primer yaitu keluarga, di mana kelompok ini disebut sebagai salah satu dari jenis kelompok-kelompok kecil yang paling berkesan bagi setiap individu. Isolasi kehidupan individu dalam keluarga tak bertahan lama, karena seirama dengan perkembangan fisik, intelektual, pengalaman dan kesempatan, individu mulai melepa hubungan-hubungan keluarga dan memasuki dan menyebar untuk menjalankan berbagai kegiatannya dan bertemu dengan manusia lain yang memiliki kesamaan tujuan, kepentingan, dan berbagi aspirasi lainnya. Dalam proses pelepasan tersebut sehingga membentuk kelompok lainnya individu terus beradaptasi. Di dalam kelompok, masing-masing anggota berkomunikasi, saling berinteraksi, saling pengaruh memengaruhi satu dengan lainnya.
Pergaulan dalam kelompok tersebut memengaruhi dan menghasilkan kebiasaan-kebiasaan yang melembaga agi setiap anggota kelompok, kebiasaan itu menciptakan pola perilaku yang dilakukan terus-menerus. Perilaku yang sudah berpola-pola itu akan membentuk sikap setiap anggota kelompok. Kebiasaan yang melembaga, perilaku, dan sikap tersebut berjalan secara simultan di antara individu dan kelompok.
Lebih jauh lagi proses sosial semacam ini oleh Berger dan Lukcmann katakan sebagai proses konstruksi sosial yang terjadi secara simultan dalam tiga proses, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Sehingga pada tahap berikutnya individu akan menginternalisasikan semua sikap dan perilaku yang diperoleh dari kelompoknya dalam kehidupan pribadinya.
2. Lembaga (Pranata) Sosial
Lembaga (pranata) sosial adalah sekumpulan tata aturan yang mengatur interaksi dan proses-proses sosial di dalam masyarakat. Lembaga sosial memungkinkan setiap struktur dan fungsi serta harapan-harapan setiap anggota dalam masyarakat dapat berjalan, dan memenuhi harapan sebagaimana yang disepakati bersama. Dengan kata lain lembaga sosial digunakan untuk menciptakan ketertiban (order).
Wujud konkret dari pranata sosial adalah aturan, norma, adat istiadat dn semacamnya yang mengatur kebutuhan masyarakat dan telah terinternalisasi dalam kehidupan manusia, dengan kata lain pranata sosial adalah sistem norma yang telah melembaga atau menjadi kelembagaan di suatu masyarakat. Misalnya, kebutuhan orang terhadap penyembuhan penyakit, menghasilkan kedokteran, perdukunan, penyembuhan alternatif. Kebutuhan manusia terhadap pendidikan bagi anggota keluarganya, melahirkan pesanren, taman pendidikan bagi anggota keluarganya, melahirkan pesantren, taman kanak-kanak, sekolah menengah, perguruan tinggi, dan lainnya. Kebutuhan akan mata pencaharian, menimbulkan sistem mata pencaharian pertanian, peternakan, koperasi, industri. Kebutuhan manusia terhadap perkawinan, melahirkan sistem perkawinan dan keluarga. Kebutuhan akan keindahan, menimbulkan kesusastraan, kesenian. Kebutuhan kesehatan jasmani, menimbulkan lembaga pemeliharaan kesehatan, kedokteran kecantikan, dan lainnya.
3.Stratifikasi Sosial (Social Stratification)
Stratifikasi atau strata sosial adalah struktur sosial yang berlapis-lapis di dalam masyarakat. Lapisan sosial menunjukkan bahwa masyarakat memiliki strata, mulai dari yang terendah sampai yang paling tinggi. Secara fungional, lahirnya strata sosial ini karena kebutuhan masyarakat terhadap sistem produksi yang dihasilkan oleh masyarakat di setiap strata, di mana sistem produksi itu mendukung secara fungsional masing-masing strata.
Menurut Pitirim Sorokim yang dikutip dari Soekanto, Social Stratification adalah pembedaan penduduk dan masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat (Soekanto,2002:228), yaitu kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas rendah. Setiap masyarakat selalu mempunyai lapisan, mulai yang sederhana sampai yang rumit, tergantung dari teknoogi yang dikuasai masyarakat tersebut. Dalam masyarakat yang kompleks, maka perbedaan kedudukan dan peranan juga bersifat kompleks.
Secara umum, strata sosial di masyarakat melahirkan kelas-kelas sosial yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu atas (upper class), menengah (middle class), dan bawah (lower class). Kelas atas mewakili kelompok elite di masyarakat yang jumlahnya sangat terbatas. Kelas menengah mewakili kelompok profesional, kelompok pekerja, wiraswastawan, pedagang, dan kelompok fungsional lainnya. Sedangkan kelas bawah mewakili kelompok pekerja kasar, buruh harian, buruh lepas, dan semacamnya. Secara khusus, kelas sosial ini terjadi pada lingkungan-lingkungan khusus pada bidang tertentu sehingga content varian strata sosial sangat spesifik berlaku pada lingkungan itu. Content varian lebih banyak menyangkut varian strata dalam satu lingkungan yang membedakannya dengan strata pada lingkungan lainnya. Jadi, apabila kelas sosial di suatu lingkungan sosial menempati struktur strata yang paling tinggi belum tentu kelas yang sama terjadi pada strata sosial lainnya di tempat lain pula.
Kelas sosial dengan strata sosial tertentu adakalanya terbentuk dengan sendirinya, ada pula yang dibentuk berdasarkan hukumnya. Strata kelas sosial yang terbentuk dengan sendirinya adalah berdasarkan pada kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat, harta dalam batas-batas tertentu. Sedangkan strata kelas sosial yang dibentuk berasarkan tujuan tertentu adalah seperti pemimpin dan yang dipimpin, yang memiliki kekayaan dan yang tidak, dan yang memiliki kekuasaan atau yang rakyat biasa.
Dasar pembentukan kelas sosial adalah (a) ukuran kekayaan; (b) ukuran kepercayaan; (c) besaran kekuasaan; (d) ukuran keselamatan; (e) ukuran ilmu pengetahuan dan pendidikan.
4.Mobilitas Sosial (Social Mobility)
Menurut Horton dan Hunt (Narwoko dan uyanto, 2004:188) mobiitas sosial dapat diartikan sebagai suatu gerak perpindahan dari suatu kelas ke kelas sosial lainnya. Mobilitas bisa berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan (biasanya) termasuk pula segi penghailan yang dapat dialami oleh beberapa individu atau oleh keseluruhan anggota kelompok.
Pak Hartono adalah seorang direktur pemasaran di sebuag perusahaan televisi swasta di Jakarta. Setip harinya ia mengepalai departemennya yang terdiri dari 3 orang wakil direktur dan 150 orang bawahan yang bekerja di lapangan. Selain diberikan fasilitas mobil dinas dan asuransi kesehatan, pendapatn Hartono setiap bulannya mencapai angka 15 juta rupiah. Sebuah angka yang cukup besar bagi seorang pegawai seperti Pak Hartono yang belum nenamatkan pendidikan S1. pada bulan Juni tahun 2005, dengan terpaksa pak hartono kehilangan pekerjaannya, perusahaannya tak mampu lagi membayarnya karena Hartono dianggap tidak produktif oleh pemilik perusahaan bahkan ia dpindahkan ke unit usaha lain di Yogyakarta.
Pada mulanya Hartono menolaj, namun tidak ada pilihan lain selain PHK apabila ia tidak pindah ke Yogyakarta. Satu bulan kemudian Pak Hartono memutuskan menerima tugas barunya di Yogyakarta. Di Yogyakarta ia ditempatkan sebagai staf di sebuah unit Asuransi yang ada hubunganya dengan perusahaannya dulu di Jakarta. Sebagai anak muda, Hartono tetap berharap kalau suatu hari ia akan bekerja lebih baik lagi untuk membesarkan perusahaannya.
Pada cerita lainnya, Pak Umar adalah seorang kapten kapal yang ertugas menahkodai kapl dagang antarpulau dari Surabaya ke Ambon. Pak Umar sudah bekerja di perusahaan pelayaran yang memiliki kapal tersebut selama 5 tahun. Pada suatu hari karena perusahaan membeli kapal baru, dengan tipe kapal yang sama dengan kapal yang sekarang dinahkodai oleh Pak Umar, kapal yang baru ini diserahkan ke Pak Umar untuk dinahkodai, karena perusahaan belum percaya kepada kapten kapal lainnya untuk urusan-urusan yang masih baru seperti yang sekarang ini.
Kisah Hartono ini adalah sebuah serita seseorang yang mengalami turun kelas sosial, dari seorang direktur menjadi seorang staf di sebuah kantor atau perusahaan. Sedangkan cerita Pak Umar, yang terjadi adalah sebuah proses mobilitas horizontal. Bahkan kisah yang dapat kita saksikan di masyarakat bagaimana seseorang naik dan turun kelas dari strata sosial, termasuk pula yang mengalami mobilitasi horizontal.
Dengan demikian, secara umum ada tiga jenis mobilitas sosial, yaitu gerak sosial yang meningkat (socal climbing), gerak sosial menurun (social sinking), dan gerak sosial horizontal. Ketiga jenis mobilitas sosial ini dapat dialami oleh siapa saja dan kapan saja sesuai dengan bagimana seseorang mengekpresikan lingkungan sosial dan bagaimana lingkungan sosial mengekspresikan seseorang secara timbal balik.
5.Kebudayaan
Kebudayaan (culture) adalah produk dari seluruh rangkaian proses sosial yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala aktivitasnya. Dengan demikian, maka kebudayaan adalah hasil nyata dari sebuah proses sosial yang dijalankan oleh manusia bersama masyarakatnya.
Pernyataan di atas sejalan dengan selo Sumarjan dan Soelaiman Sumardi, bahwa kebudayaan sebagai hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. (a) karya, masyarakat menghasilkan material culture seperti teknologi dan karya-karya kebendaan atau budaya materi (fisik) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai dan menundukan alam sekitarnya, sehingga budaya yang besifat fisik ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. (b) rasa, adalah spiriual culture (nonfisik) meliputi unsur mental dan kejiwaan manusia. Rasa menghasilkan kaidah-kaidah, nilai-nilai sosial, hukum, dan norma sosial atau yang dsebut dengan pranata sosial. Apa yang dihasilkan rasa digunakan untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan. Misalnya agama, kesenian, ideologi, kebatinan dsb. (c) cipta merupakan immaterial culture yanng menghasilkan pranata sosial, namun caipta yang menghasilkan gagasan, berbagai teori, wawasan dan semacamnya yang bermanfaat bagi manusia. (d) karsa adalah kemampuan untuk menempatkan karya, rasa, dan cipta, pada tempatnya agar sesuai dengan kegunaan dan kepentingan bagi seluruh masyarakat. Dengan demikian karsa adalah kecerdasan dalam menggunakan karya, rasa dan cipta secara fungsional sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat lebih bagi manusia dan masyarakat secara luas.
BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
• Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Susunannya bisa vertikal atau horizontal
• Bentuk struktur sosial terdiri dari stratifikasi sosial dan diferensiasi sosial. Masing-masing punya ciri tersendiri
DAFTAR PUSTAKA
Alam S& Henry H, 2008, Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SMK dan MAK Kelas XI,
Jakarta: Erlangga
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi; Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2007.
Zulkarimein Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, Universitas Terbuka, Jakarta,
2003.
I. PROSES SOSIAL
A. Definisi Proses sosial
Proses Sosial : pengaruh timbal balik antaraDefinisi Proses sosial berbagai segi kehidupan orang per orang atau antar kelompok secara bersama. Misalnya: segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, segi kehidupan politik dengan kehidupan hukum
Interaksi Sosial sebagai dasar dalam Kehidupan Sosial
Bahwa Interaksi sosial merupakan bentuk utama dari proses sosial, karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor,antara lain faktor imitasi, sugesti, Identifikasi dan simpati. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Imitasi juga dapat melemahkan atau bahkan mematikan daya kreasi seseorang.
Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan dari dirinya kemudian diterima pihak lain. Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Sedangkan simpati sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain.
B. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial:
1. Kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk.Yaitu antar individu, antar individu dengan kelompok, antar kelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung.
2. Komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Kontak dapat terjadi secara langsung, yaitu melalui gerak dari fisikal organisme (“ action of physical organism”), misalnya melalui pembicaraan, gerak isyarat dan secara tidak langsung.
Menurut Kimbal Young, interaksi sosial dapat berlangsung antara:
a. Orang-perorangan dengan kelompok atau kelompok dengan orang-perorangan
b. Kelompok dengan kelompok
c. Orang-perorangan
C. Ciri-ciri interaksi sosial menurut Charles P.Loomis:
1. Jumlah pelaku lebih dari dua orang.
2. Adanya komunikasi antara para pelaku dengan menggunakan simbol-simbol.
3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini, dan akan datang, yang menentukan sifat dari aksi yang sedang berlangsung.
4. Adanya tujuan-tujuan tertentu. Terlepas dari sama atau tidak sama dengan yang diperkirakan oleh para pengamat.
D. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), pertentangan atau pertikaian (conflict), dan akomodasi.
Gillin dan Gillin mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka, ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial yaitu proses asosiatif (akomodasi, asimilasi dan akulturasi) dan proses disosiatif (persaingan, persaingan yang meliputi kontraversi dan pertentangan atau pertikaian(conflict)
Proses-proses yang Asosiatif
a) Kerja Sama (Cooperation)
Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainya (yang merupakan out-group-nya). Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan lainnya.
Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles H.Cooley “kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-
kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna”
Kerjasama tersebut lebih lanjut dibedakan lagi dengan :
1. Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation) : Kerjasama yang sertamerta
2. Kerjasama Langsung (Directed Cooperation) : Kerjasama yang merupakan hasil perintah atasan atau penguasa
3. Kerjasama Kontrak (Contractual Cooperation) : Kerjasama atas dasar tertentu
4. Kerjasama Tradisional (Traditional Cooperation) : Kerjasama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.
Ada 5 bentuk kerjasama :
1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong
2. Bargaining, Yaitu pelaksana perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara 2 organisasi atau lebih
3. Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
4. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktut yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnnya adalah kooperatif.
5. Joint venture, yaitu erjasama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan, dst.
b) Akomodasi (Accomodation)
Istilah Akomodasi dipergunakan dalam dua arti : menujuk pada suatu keadaan dan untuk menujuk pada suatu proses. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu perngertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi. Maksudnya, sebagai suatu proses dimana orang atau kelompok manusia yang mulanya saling bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.
Tujuan Akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu :
1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang atau kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham
2. Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer
3. Memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok sosial yang hidupnya terpisah akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta.
4. mengusahakan peleburan antara kelompok sosial yang terpisah.
Bentuk-bentuk Akomodasi
1. Corecion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan
2. Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
3. Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri
4. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
5. Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.
6. Stalemate, suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada satu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
7. Adjudication, Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan
Hasil-hasil Akomodasi
a. Akomodasi dan Integrasi Masyarakat
Akomodasi dan intergrasi masyarakat telah berbuat banyak untuk menghindarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan laten yang akan melahirkan pertentangan baru.
b. Menekankan Oposisi
Sering kali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok tertentu dan kerugian bagi pihak lain
a. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
b. Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah
c. Perubahan-perubahan dalam kedudukan
d. Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi
Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan timbulnya benih-benih toleransi mereka lebih mudah untuk saling mendekati.
c) Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama.
Proses Asimilasi timbul bila ada :
1. Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya
2. orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga
3. kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri
Beberapa bentuk interaksi sosial yang memberi arah ke suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilasi) bila memiliki syarat-syarat berikut ini:
1. Interaksi sosial tersebut bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, dimana pihak yang lain tadi juga berlaku sama
2. interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan
3. Interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer
4. Frekuaensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-pola tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangankan.
Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah :
1. Toleransi
2. kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi
3. sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya
4. sikap tebuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
5. persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
6. perkawinan campuran (amaigamation)
7. adanya musuh bersama dari luar
Faktor umum penghalangan terjadinya asimilasi:
1. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat
2. kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu seringkali menimbulkan faktor ketiga
3. perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi
4. perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi
6. In-Group-Feeling yang kuat menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi. In Group Feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan.
7. Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap minoritas lain apabila golongan minoritas lain mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa
8. faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi.
Proses-proses Disosiatif
Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional proccesses, yang persis halnya dengan kerjasama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan. Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence). Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahuan, oposisi proses-proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu :
a.Persaingan (Competition)
suatu proses sosial dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunyai dua tipe umum :
1. Bersifat Pribadi : Individu, perorangan, bersaing dalam memperoleh kedudukan. Tipe ini dinamakan rivalry.
2. Bersifat Tidak Pribadi : Misalnya terjadi antara dua perusahaan besar yang bersaing untuk mendapatkan monopoli di suatu wilayah tertentu.
Bentuk-bentuk persaingan :
1. Persaingan ekonomi : timbul karena terbatasnya persediaan dibandingkan dengan jumlah konsumen
2. Persaingan kebudayaan : dapat menyangkut persaingan bidang keagamaan, pendidikan, dst.
3. Persaingan kedudukan dan peranan : di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan terpandang.
4. Persaingan ras : merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Hal ini disebabkan krn ciri-ciri badaniyah terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi :
1. Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif
2. Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa medapat pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.
3. Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial. Persaingan berfungsi untuk mendudukan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya.
4. Sebagai alat menyaring para warga golongan karya (”fungsional”)
Hasil suatu persaingan terkait erat dengan pelbagai faktor berikut ini:
1. Kerpibadian seseorang
2. Kemajuan : Persaingan akan mendorong seseorang untuk bekerja keras dan memberikan sahamnya untuk pembangunan masyarakat.
3. Solidaritas kelompok : Persaingan yang jujur akan menyebabkan para individu akan saling menyesuaikan diri dalam hubungan-hubungan sosialnya hingga tercapai keserasian.
4. Disorganisasi : Perubahan yang terjadi terlalu cepat dalam masyarakat akan mengakibatkan disorganisasi pada struktur sosial.
b. Kontravensi (Contravetion)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontraversi menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 5 :
1. yang umum meliputi perbuatan seperti penolakan, keenganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes2. yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki melalui surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian pada pihak lain, dst.
3. yang intensif, penghasutan, menyebarkan desas desus yang mengecewakan pihak lain
4. yang rahasia, mengumumkan rahasian orang, berkhianat.
5. yang taktis, mengejutkan lawan, mengganggu dan membingungkan pihak lain.
Menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 3 tipe umum kontravensi :
1. Kontraversi generasi masyarakat : lazim terjadi terutama pada zaman yang sudah mengalami perubahan yang sangat cepat
2. Kontraversi seks : menyangkut hubungan suami dengan istri dalam keluarga.
3. Kontraversi Parlementer : hubungan antara golongan mayoritas dengan golongan minoritas dalam masyarakat.baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga legislatif, keagamaan, pendidikan, dst.
Tipe Kontravensi :
1. Kontravensi antarmasyarakat setempat, mempunyai dua bentuk :
a. Kontavensi antarmasyarakat setempat yang berlainan (intracommunity struggle)
b. Kontravensi antar golongan-golongan dalam satu masyarakat setempat (intercommunity struggle)
2. Antagonisme keagamaan
3. Kontravensi Intelektual, sikap meninggikan diri dari mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi atau sebaliknya
4. Oposisi moral, erat hubungannya dengan kebudayaan.
c.Pertentangan (Pertikaian atau conflict)
Pribadi maupun kelompok menydari adanya perbedaan-perbedaan misalnya dalam ciri-ciri badaniyah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian.
Sebab musabab pertentangan adalah Perbedaan antara individu, Perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial.
Pertentangan dapat pula menjadi sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Pertentangan mempunyai beberapa bentuk khusus:
1. Pertentangan pribadi
2. Pertentangan Rasial : dalam hal ini para pihak akan menyadari betapa adanya perbedaan antara mereka yang menimbulkan pertentangan
3. Pertentangan antara kelas-kelas sosial : disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan
4. Pertentangan politik : menyangkut baik antara golongan-golongan dalam satu masyarakat, maupun antara negara-negara yang berdaulat
5. Pertentangan yang bersifat internasional : disebabkan perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian merembes ke kedaulatan negara
Akibat-akibat bentuk pertentangan:
1. Tambahnya solidaritas in-group
2. Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam satu kelompok tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan kelompok tersebut.
3. Perubahan kepribadian para individu
4. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia
5. Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak
Baik persaingan maupun pertentangan merupakan bentuk-bentuk proses sosial disosiatif yang terdapat pada setiap masyarakat.
1. KESIMPULAN
Proses sosial merupakan susunan sosial yang membentuk kelompok sosial masyarakat sedangkan Interaksi sosial sendiri ialah syarat utama terjadinya aktivitas sosial dan dalam bentuk yang lazim adalah proses sosial.Interaksi sosial merupakan dasar proses sosial dalam bentuk hubungan sosial yang dinamis
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soejono. 1995. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
B.Taneko, Soleman. 1948. Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: CV.Rajawali.
Www.google.com
Kita di ciptakan ke dunia ini tentu untuk melakukan banyak hal, salah satunya adalah melakukan interaksi dengan manusia lain yang ada dalam kehidupan kita, dari hasil interaksi tersebut maka akan tumbuh kelompok-kelompok kecil yang kemudian terbentuk menjadi masyarakat. Masyarakat merupakan struktur dan proses sosial yang perlu dipelajari dengan seksama dan mendalam. Bentuk-bentuk masyarakat sangat beragam dan luas cakupannya. Antara masyarakat satu dan lain berbeda, sehingga menimbulkan adanya diferensiasi sosial dalam masyarakat. Begitu pula dengan struktur dan proses social di dalamnya.
Comments
Post a Comment