KATA PENGANTAR
Alhamdulilahhirobil’alamin puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahakan rahmat serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tema “Metode Dakwah” dengan lancar tanpa halangan suatu apapun. Sholawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW, semoga kita termasuk umatnya yang kelak mendapatkan syafaatnya di hari kiamat nanti amin.
Makalah yang kami susun ini, memuat tentang Landasan Historis Dakwah Pada Masa Rasulullah SAW Tujuan kami menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadist dakwah dan untuk memberikan pengetahuan atau gambaran tentang Metode - metodeDakwah .
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kami mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat kelak bagi kami sebagai penyusun dan orang lain.
Pekalongan, 15 Maret 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................x
KATA PENGANTAR ....................................................................................../...........xi
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1
Latar belakang Masalah ..................................................................................................
Tujuan dan Mnfaat ...........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2
A. Pengertian metode Dakwah ..................................................................................
B. Bentuk-Bentuk Metode Dakwah ..........................................................................
C. Sumber Metode Dakwah .....................................................................................
D. Kode Etik Dan Rambu-Rambu Etis Dakwah .......................................................
E. Mengenal Strata Mad’u .........................................................................................
F. Adab Berbicara .....................................................................................................
G. Metode Dalam Memberikan Nasihat .....................................................................
BAB III PENUTUP ..........................................................................................................
Kesimpulan ......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam berdakwah ada metode-metode yang harus diperhatikan Da’i agar mad’u mudah mencerna apa yang disampaikan Da’i . metode yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi mad’u, penyampaian materi dengan tutur bahasa yang baik dan beretika. Menggunakan kalimat yang mudah dicernana pendengar. Gunakanlah bahasa yang sesuai dengan tempat penyampaian dakwah agar mad’u mampu memahami maksud atau materi yang disampaikan.
B. Tujuan dan Manfaat
- Untuk memenuhi Tugas Hadist Dakwah
- Mengetahui metode-metode Dakwah yang digunakan Rasulullah
- Menambah ilmu pengetahuan tentang metode-metode dalam berdakwah
BAB II
PEMBAHASAN
METODE DAKWAH RASULULLAH
A. Pengertian Metode Dakwah
Kata metode diambil dari Bahasa Yunani, yakni Methodos yang mengandung arti cara atau jalan. Dalam Bahasa Inggris kata itu mengandung makna a way of doing anything yang berarti jalan untuk melakukan sesuatu. Didalam Bahasa Arab kata metode disebut Thariqat dan manhaj yang juga mengandung arti tata cara. Sementara itu dalam kamus Bahasa Indonesia kata metode mengandung arti, cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk maksud (dalam ilmu pengetahuan, dsb)
Sedangkan Dakwah berasal dari bahasa Arab ﺪﻋﻮﺍﺓ , ﻳﺪﻋﻮ , ﺍﻉ ﺪ
Yang memiliki arti mengajak, menyeru atau mendorong.
Metode dakwah merupakan cara yang digunakan oleh umat islam dalam rangka mengajak menyampaikan atau menyeru orang lain untuk mengikuti, menyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran islam.
أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال يا عائشة: إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ ماَ لاَ يُعْطِي عَلَى العُنْفِ وَماَ لاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ. (رواه مسلم)
“Sesungguhnya Allah Maha lembut, mencintai kelembutan, dia memberikan kepada yang lembut apa yang tidak diberikan kepada yang kasar”
وقال النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم وهو يبعث الناس: (يَسُرُّوا وَلاَ تُعَسِّرُوْا، وَبَشِّرُوْا وَلاَ تُنَفِّرُوْا، فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِيْنَ وَلَمْ تُبْعَثُوْا مَعَسِّرِيْنَ) (رواه مسلم)
“Hendaklah kalian bersikap memudahkan dan jangan menyulitkan. Hendaklah kalian menyampaikan kabar gembira dan jangan membuat mereka lari, karena sesungguhnya kalian diutus untuk memudahkan dan bukan untuk menyulitkan.”
B. Bentuk-Bentuk Metode Dakwah
1. Metode dakwah Bil Hikmah atau Al-hikmah
Al-hikmah dapat diartikan pula sebagai al ‘adl (keadilan), al-haq (kebenaran), al-bilm (ketabahan), al-‘ilm (pengetahuan) dan an Nubuwwah (kenabian) disamping itu Al-hikmah juga diartikan sebagai menempatkan sesuatu pada proporsinya. Jadi yang dimaksud Al Hikmah adalah kemampuan dan ketepatan Da’i memilih, memilah dan menselaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. Al Hikmah merupakan kemampuan Da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin islam serta realitas yang ada dengan argumentasi yang logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu Al-hikmah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam berdakwah.
2. Al-Mau’idza Al-hasanah
Secara Bahasa Mau’idza hasanah terdiri dari dua kata Mau’idza dan hasanah. Kata Mau’idza berasal dari kata wa’adza, ya’idzu, wa’dzan, ‘idzatan yang berarti; nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan, sementara hasanah memiliki arti kebaikan.
Mau’idza hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan dan peringatan, pesan-pesan positif, yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.
Dari definisi diatas Mau’idza hasanah dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk :
• Nasihat atau petuah
• Bimbingan, pengajaran (pendidikan)
• Kisah-kisah
• Kabar gembira dan peringatan
• Pesan-pesan positif
3. Al-Mujadalah Bi-al lati Hiya Ahsan
Dari segi etimologi (bahasa) “jaa dala” dapat bermakna berdebat, dan “Mujadalah” perdebatan.
Dari segi terminologi pengertian al-mujadalah berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, Al-mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis yang tidak harus melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan yang lain saling menghormati dan menghargai pendapat keduanya, serta berpegang pada kebenaran.
C. Sumber Metode Dakwah
Al-Qur’an
Didalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang membahas tentang masalah dakwah.
Sunnah Rasul
Didalam sunnah Rasul banyak kita temui hadist-hadist yang berkaitan dengan dakwah, begitu juga dalam sejarah hidup dan perjuangannya dan cara-cara yang Beliau pakai dalam menyiarkan dakwah ketika Beliau di Mekkah maupun Madinah. Karena setidaknya kondisi yang dihadapi Rasulullah ketika itu dialami juga oleh juru dakwah sekarang ini.
Sejarah hidup para Sahabat dan Fuqaha
Dalam sejarah hidup para Sahaba-sahabat besar dan para Fuqaha cukuplah memberikan contoh baik yang sangat berguna bagi juru dakwah. Karena mereka adalah orang yang expert dalam bidang agama.
pengalaman
pengalaman juru dakwah juga dapat digunakan sebagai referensi ketika berdakwah.
D. Kode Etik dan Rambu-rambu Etis dakwah
Kode etik dakwah adalah rambu-rambu etis yang harus dimiliki oleh seorang juru dakwah. Seorang pelaku dakwah atau Da’i dituntut untuk memiliki etika-etika yang terpuji dan menjauhi diri dari perilaku-perilaku yang tercela. Sumber rambu-rambu dakwah bagi seorang Da’i adalah Al-Qur’an seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Adapun rambu-rambu etis tersebut adalah :
Tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan
Dengan mencontoh Rasulullah SAW, para Da’i hendaknya tidak memisahkan apa yang ia katakan dan apa yang ia kerjakan. Dalam artian, apa saja yang diperintahkan kepada mad’u harus pula dikerjakan dan apa saja yang dicegah harus ditinggalkan. Seorang Da’i yang tidak beramal sesuai dengan ucapannya maka ia seperti pemanah tanpa busur.
Tidak melakukan toleransi agama
Toleransi memang dianjurkan oleh islam, tetapi hanya dalam batas-batas tertentu dan tidak menyangkut masalah agama (keyakinan). Dalam masalah prinsip keyakinan, islam memberikan garis tegas untuk tidak melakukan toleransi ataupun kompromi seperti yang tergambar dalam surah Al-Kafirun 1-6.
Tidak menghina sesembahan Non-Muslim
Da’i dalam menyampaikan ajarannya sangat dilarang menghina ataupun mencerca agama yang lain. Karena tindakan mencaci atau menghina tersebut justru akan menghancurkan kesucian dari dakwah dan sangatlah tidak etis.
Tidak melakukan diskriminasi sosial
Para Da’i hendaknya tidak membeda-bedakan atau pilh kasih antara sesama orang, baik kaya atau miskin, kelas elit atau kelas pinggiran, ataupun status lainnya yang menimbulkan ketidakadilan.
Tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui
Da’i yang menyampaikan sebuah hukum, sementara ia tidak mengetahui hukum itu, pasti ia akan menyesatkan umat. Seorang Da’i tidak boleh asal jawab atau menjawab pertanyaan orang menurut seleranya sendiri tanpa ada dasar hukumnya. Da’i juga harus menyampaikan pesan dakwah sesuai kemampuannya, tidak memaksakan sesuatu yang diluar kesanggupannya.
E. Mengenal Strata Mad’u
Secara umum mad’u menurut Imam Habib Abdullah Haddad dapat dikelompokkan dalam delaopan rumpun, yaitu :
Para ulama
Ahli zuhud dan ahli ibadah
Penguasa dan pemerintah
Kelompok ahli perniagaan, industri dan sebagainya
Fakir miskin dan orang lemah
Anak, istri dan kaum hamba
Orang awam dan taat dan berbuat maksiat
Orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
M. Bahri Ghazali mengelompokkan mad’u berdasarkan tipologi menjadi 5 tipe, yaitu:
• Tipe Innovator
Masyarakat yang mempunyai keinginan keras dalam setiap fenomena sosial yang sifatnya membangun, bersifat agresif dan tergolong memiliki kemampuan antisipatif dalam setiap langkah.
• Tipe Pelopor
Masyarakat yang selektif dalam menerima pembaharuan dengan pertimbangan, tidak semua pembaharuan dapat membawa perubahan yang positif.
• Tipe pengikut dini
Masyarakat sederhana yang kadang-kadang kurang siap dalam menghadapi resiko dan umumnya lemah mental.
• Tipe pengikut akhir
Masyarakat yang ekstra hati-hati sehingga berdampak kepada anggota masyarakat yang skeptis terhadap pembaharuan.
• Tipe kolot
Masyarakat yang tidak mau menerima pembaharuan sebelum mereka benar-benar terdesak oleh lingkungan.
F. Adab Bericara
Seorang Da’i harus memperhatikan ucapannya ketika menyampaikan dakwah, usahaka selalu berkata baik dan santun. Berikut ini adalah beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang Da’i dalam berbicara, yaitu :
a. Topik pembicaraan berkisar pada hal-hal yang baik dan bermanfaat
b. Hindari berkata jelek dan tidak bermanfaat
c. Tidak berbohong dalam perkataan
d. Tidak membicarakan aib orang lain. Atau menyebarkan isu-isu yang tidak baik
e. Tidak mencela atau mengejek orang
f. Menghindari peselisihan dan perdebatan
g. Tidak sombong dan angkuh dalam bicara
h. Bila ingin meluruskan suatu kesalahan hendaknya dengan cara yang bijak, tidak menjatuhkan orang lain.
i. Tidak membanggakan diri dan menonjolkan kepandaian kepada mad’u
j. Tidak berbicara tentang sesuatu yang tidak dimengerti.
G. Metode dalam memberikan Nasihat
Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara garis besar dibagi dalam 3 golongan yang masing-masing harus dihadapi dengan cara yang berbeda-beda pula :
1. Ada golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran dan dapat berpikir secara kritis, cepat dapat menangkap arti persoalan. Mereka harus dipanggil atau diseru dengan Hikmah, yaitu dengan alasan-alasan, dengan dalil-dalil yang dapat diterima oleh mereka.
2. Ada golongan awam, orang yang kebanyakan belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertia yang tinggi-tinggi. Mereka ini diseru atau diberi nasihat dengan cara “Mauidzatul hasanah” dengan anjuran dan didikan yang baik-baik dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami.
3. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan tersebut, belum dapat dicapai dengan hikmah, akan tetapi tidak sesuai juga bila dinasihati seperti golongan awam. Mereka suka membahas sesuatu, tetapi tidak hanya dalam batas yang tertentu, tidak sanggup mendalam benar. Mereka ini diseru atau diberi nasihat dengan cara”Mujadalah billati hiya ahsan”, yakni dengan cara bertukar pikiran, guna mendorong berpikir secara sehat satu dengan yang lainnya dengan cara yang lebih baik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Metode dakwah merupakan cara yang digunakan oleh umat islam dalam rangka mengajak menyampaikan atau menyeru orang lain untuk mengikuti, menyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran islam. Dalam menyampaikan dakwah metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tempat dan pendengarnya atau mad’u. Jangan sampai karena salah pilih metode atau bahasa yang digunakan pesan atau maksud dakwah yang akan disampaikan tidak mengena pada pendengarnya. Kesuksesan Da’i biasanya juga berangkat dari kepiawaiannya dalam memilih kata, mengolah kalimat dan menyajikannya dalam kemasan yang menarik.
DAFTAR PUSTAKA
Moh Aziz, Ali.2004.Ilmu Dakwah edisi revisi.Jakarta:Kencana Prenada.
H.Suparta, Munzier.2009.Metode Dakwah.Jakarta:Kencana Prenada Media Group
http/www.hadist-hadist dakwah.com
Comments
Post a Comment