Nama : Khairul Adhim
NIM : 2042114025
Prodi : Komunikasi dan Penyiaran Islam
” GGS “
Gara-Gara Sinetron
Media televisi seharusnya menjadi media komunikasi yang sangat efektif dalam penyampaian informasi yang bernilai pendidikan, namun kini mengalami kemerosotan. Maraknya program-program hiburan yang hanya berpacu pada rating saja kini terus bermunculan. Sinetron misalnya, dengan jam tayang 7 hari dalam seminggu, 2-3 jam perharinya, sungguh sangat berlebihan dan tidak masuk akal pada akhirnya mulai meracuni pemirsa. Bukan hanya karena sinetron dan jam tayangnya saja yang menjadi permasalahan, tapi konten yang disuguhkan.
Cerita yang diangkat pun tak bermutu, ya.. masih seputar remaja dan pelajar SMA saja. Sebenarnya sinetron ini bisa menjadi bagus, kalau konten yang disorot itu tentang prestasi remaja baik dalam maupun diluar sekolah. Tetapi faktanya sinetron di tanah air sering kali masih menyoroti gaya hidup anak SMA, yang sebenarnya itu hanya cerita fiktif belaka. Mungkin hal tersebut yang menjadikan sinetron menjadi racun bagi penonton.
Sinetron Anak Jalanan, ya! Pasti semua tahu sinetron yang sedang naik rating dan cenderung banyak peminatnya dari berbagai lapisan. Sebenarnya apa sih yang menarik dari sinetron Anak Jalanan ini?. Entah sebenarnya apa yang menjadi maksud dalam sinetron ini. Karena seperti yang kita tahu, dari judul dan ceritanya saja sudah kontra dan sangat tidak masuk akal. Faktanya dalam sinetron tersebut yang ditampilkan hanya gaya hidup anak remaja metropolitan dengan kehidupan yang berlimpah harta, kendaraan yang mewah, cinta-cintaan remaja gaya anak orang kaya, dan tak jarang juga menayangkan adegan kebut-kebutan layaknya anak geng motor.
Walaupun sudah mendapat beberapa kali peringatan dan sanksi administrasi dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), tetapi sinetron ini masih memaksa untuk terus tanyang, yang akhirnya mengabaikan fungsi dari media sebagai fungsi pendidikan. Dan yang sangat mencengangkan adalah efek yang timbul dimasyarakat dari sinetron Anak Jalanan ini bisa terbilang parah. Seperti contoh kasus di daerah Kabupaten Pemalang, anak usia Sekolah Dasar minta dibelikan motor kepada orang tuanya, karena sering nonton sinetron itu. Memang tidak bisa kita pungkiri juga, kalau kesadaran masyarakat terutama orang tua dalam pengawasan dan memilih tayangan televisi yang mendidik bagi anaknya masih minim. Tetapi bukan murni kesalahan masyarakat saja, hal ini bisa tejadi juga karena jam tayang sinetron yang masih memungkinkan anak-anak untuk menontonnya. Kalau kita hanya menuntut kesadaran masyarakatnya saja akan lebih kecil keberhasilannya, karena realitas masyarakat yang ada sangat banyak dan heterogen.
Disinilah para penayang seharusnya mulai sadar akan fungsi dan efek dari tayangan televisi terhadap masyarakat. Suguhkanlah tayangan-tayangan yang mendidik kepada masyarakat terutama generasi muda bangsa, perhatikan juga segmentasi penayangan yang tepat dan tidak hanya selalu berpacu pada rating tinggi saja dan mengabaikan efek negative yang timbul di masyarakat. Kalau bisa membuat sinetron dengan konten yang lebih positif, kenapa harus hal yang berpengaruh negative yang disorot?. Karena media, apalagi televisi ini sangat digemari oleh masyarakat kita. Jadi, untuk para insan media televisi didiklah masyarakat dengan tayangan yang lebih positif dan membangun, bukan karena tingginya rating saja hal fiktif dan negatif yang selalu menjadi pelariannya.
Comments
Post a Comment